Rangkuman ”Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa” karya Henry G.T.
BAB
I
TINJAUAN UMUM
A.
Kedwibahasaan
a.
Pengertian
Pengertian
kedwibahasaan bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, hitam atau putih, tetapi
bersifat “kira-kira” atau “kurang lebih”.Pengertian kedwibahasaan merentang
dari ujung yang paling sempurna atau ideal, turun secara berjenjang sampai ke
ujung yang paling rendah atau minimal.Pendek kata, pengertian kedwibahasaan
berkembang dan berubah mengikuti tuntutan situasi dan kondisi (Tarigan,
1990:7).
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan berhubungan
erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan atau
masyarakat dwibahasawan secara bergantian.Pengertian kedwibahasaan adalah
pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif
oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
Perbedaan
pengertian mengenai kedwibahasaan disebabkan oleh susahnya menentukan batasan
seseorang menjadi dwibahasawan. Dewasa ini kedwibahasaan mencakup pengertian
yang luas: dari penguasaan sepenuhnya atas dua bahasa, hingga pengetahuan
minimal akan bahasa kedua. Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua
bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan bahasa kedua itu.
b.
Jenis
Kedwibahasaan
Ada
beberapa jenis pembagian kedwibahasaan berdasarkan tipologi kedwibahasaan,
yaitu sebagai berikut.
1.
Kedwibahasaan Majemuk (Compound Bilingualism)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan
berbahasa salah satu bahasa lebih baik dari pada kemampuan berbahasa bahasa
yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan pada kaitan antara B1 dengan B2 yang
dikuasai oleh dwibahasawan.Kedua bahasa dikuasai oleh dwibahasawan tetapi
berdiri sendiri-sendiri.
2.
Kedwibahasaan Koordinatif/Sejajar
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua
bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.Kedwibahasaan seimbang dikaitkan
dengan taraf penguasaan B1 dan B2. Orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.
3.
Kedwibahasaan Subordinatif (Kompleks)
Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa seorang individu
pada saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau sebaliknya.Kedwibahasaan ini
dihubungkan dengan situasi yang dihadapi B1, adalah sekelompok kecil yang
dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat suatu bahasa yang besar sehinga
masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan B1-nya.
Ada beberapa pendapat lain oleh pakar kedwibahasaan
dalam tipologi kedwibahasaan di antaranya:
a.
Baeten Beardsmore
Menambahkan satu derajat lagi yaitu kedwibahasaan awal
(inception bilingualism) yaitu
kedwibahasan yang dimiliki oleh seorang individu yang sedang dalam proses
menguasai B2.
b.
Pohl
Tipologi bahasa lebih didasarkan pada
status bahasa yang ada didalam masyarakat, maka Pohl membagi kedwibahasaan
menjadi tiga tipe yaitu sebagai berikut.
1)
Kedwibahasaan Horizontal (Horizontal Bilingualism)
Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda
tetapi masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi
resmi, kebudayaan maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
2)
Kedwibahasaan Vertikal (Vertical Bilinguism)
Merupakan pemakaian dua bahasa apabila bahasa baku dan
dialek, baik yang berhubungan ataupun terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.
3)
Kedwibahasaan Diagonal (Diagonal Bilingualism)
Merupakan pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku
secara bersama-sama tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik
dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.
Menurut
Arsenan, tipe kedwibahasaan pada kemampuan berbahasa diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu
1) Kedwibahasaan
produktif (produktif bilingualisme)
atau kedwibahasaan aktif atau kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualisme) yaitu pemakaian dua bahasa oleh seorang
individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis).
2) Kedwibahasaan
reseptif (reseptive bilingualisme)
atau kedwibahasaan pasif atau kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism).
c.
Faktor-faktor
Penyebab Kedwibahasaan Seseorang
Menurut Henry dan Djago (2011:
11-13), kedwibahasaan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu politik, budaya,
ekonomi, militer/pertahanan, sejarah,agama, demografis,dan ideologi.
1.
Faktor
Politik
Dominasi politik menyebabkan bangsa kebangsaan di Malaysia
menjadi bahasa pengantar dan harus dipelajari oleh semua warga Negara tidak
terkecuali bagi warga Negara turunan Cina dan India.
2.
Faktor
Budaya
Keanekaragaman
budaya seperti yang ada di Indonesia, membuat seseorang menggunakan
kedwibahasaan. Budaya yang berbeda-beda dengan bahasa yang berbeda-beda pula
dapat menuntut seseorang untuk menggunakan bahasa keduanya sesuai dengan bahasa
budaya setempat.
3.
Faktor
Ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari tidak
terlepas dari kegiatan ekonomi, salah satunya adalah perdagangan. Seseorang
dituntut untuk menggunakan kedwibahasaannya ketika ia berada pada lingkungan
dalam aktivitas ekonomi seperti di pasar.Faktor ekonomi juga merupakan penyebab pergeseran
bahasa.Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi.Selain itu, faktor
pendidikan juga menyebabkan pergeseran bahasa ibu murid, karena sekolah biasa
mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak.Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi
dwibahasawan.Padahal, kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu
bahasa.
Pada situasi kedwibahasaan sering terlihat orang melakukan
penggantian satu bahasa dengan bahasa lainnya dalam berkomunikasi.Penggantian
bahasa ini biasanya terjadi karena tuntutan berbagai situasi yang dihadapi oleh
masyarakat tutur.Selain itu, peralihan atau penggantian bahasa itu dapat
terjadi karena penggantian topik pembicaraan.
Di samping itu juga faktor mitra tutur, situasi, topik, dan fungsi
interaksi dapat juga menyebabkan pergeseran bahasa.Berdasarkan hal tersebut di
atas terlihat bahwa terjadinya pergeseran bahasa lebih terkait dengan faktor
lingkungan bahasa.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pergeseran bahasa itu
terjadi manakala masyarakat pemakai memilih suatu bahasa baru untuk mengganti
bahasa sebelumnya.Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena
masyarakat bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa domain dan
berprestise, lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama.
B.
Interferensi
Sepanjang
sistem bahasa yang digunakan itu mempunyai kesamaan dalam kedua bahasa tersebut
maka belum terjadi kekacauan. Akan tetapi, apabila sistem bahasa digunakan
berbeda pada kedua bahasa itu mulailah timbul kekacaun. Pengguna sistem bahasa
tertentu pada bahasa lain disebut transfer atau pemindahan sistem fonologi, morfologi,
sintaksis, dsb. Berdasarkan sifatnya maka transfer dapat dibagi menjadi 2 bagian. Transfer yang
bersifat membantu karena kesamaan atau kesejajaran disebut tranfer positif sebaliknya
apabila transfer itu bersifat mengacaukan karena perbedaan sistem bahasa maka
transfer itu disebut transfer negatif.
Transfer
positif terjadi apabila seorang pembicara menggunkan sistem B1 pada saat berbicara
dalam B2 sedang sistem itu kebetulan sama pada kedua bahasa. Sebagai contoh
ialah sistem penjamakan di dalam bahasa Spayol dan bahasa Inggris sama, yakni
pada penandaan –s dan –es. Contoh:
Spanyol Inggris
nina-s girl-s
mujer-es dress-es
transfer
negatif terjadi apabila seorang pembicara menerapkan suatu sistem B1 dan B2
sedangkan siistem itu memnag berbeda dalam kedua bahasa itu. Misalnya, sususnan
kata dalam bahasa indonesia DM bertolak belakang dengan sisitem susunan dalam
bahasa inggris MD (M= menerangkan; D=diterangkan) frasa teman wanita dalam
bahasa indonesia mungkin diterjemahkan ditulis atau diucapakan sebagai
Friend-girl yang seharusnya girl-friend dalam bahasa inggris.
Contoh
lain:
Indonesia inggris
Rumah baru
new house *house
ne
Orang muda young man *man young
Tahun baru new year *year new
Rambut
panjang long hair *hair long
Tranfer
negatif tersebut lebih di kenal dengn istilah interfernsi dalam
pemerolehan bahasa kedua (PB2). Istilah interferensi mengacu pada dua fenomena
linguistik yang berbeda yaitu interferensi psikologis dan interferensi
sosiolinguistik (Dulay [et al] 1982: 98) . interferensi psikologis mengacu pada
pengaruh kebiasaan lama sebagai hasil mempelajari sesuatu terhadap sesuatu yang
sedang di pelajari; sedangkan interfernsi sosiolingustik mengacu kepada
interaksi bahasa, misalnya pinjaman pinjaman atau alasan.
Dalam
pembelajaran bahasa kedua bahasa pertama “dapat menggangu” penggunaan bahasa
kedua pembelajar, pembelajar akan cenderung mentransfer bahasa pertamanya
ketika melaksanakan bahasa kedua. Akibatnya terjadilah apa yang kejadian dalam
kajian sosiolinguiostik disebut interferensi, campur code, dan kehilafan
(error). Penggunaan atau kontras unsur-unsur bahasa pertama ini lama-kelamaan akan
berkurang dan mungkin juga menghilang sejalan dengan tarap kemampuan terhadap bahasa kedua
itu. Namun secara teoritis
tidak akan ada orang yang mempunyai kemampuan berbahasa kedua sama baiknya
dengan kemampuan bahasa yang pertama (Nababan, 1984).
Pemerolehan
bahasa pertama yang berlangsung sejak bayi sampai berakhirnya masa atau periode
kritis untuk pemerolehan bahasa pertama, sedikit demi sedikit, setahap demi
setahap, bahasa pertama itu dinuranikan. Proses
penuranian ini berlangsung secara tidak sadar atau secara alamiah meliputi
kemampuan bahasa, mulai dari fonologi, morfologi, sintaksis,
dan leksikon.
Pembelajaran
bahasa kedua terjadi setelah seorang pembelajar
dan menuranikan bahasa pertamanya. Maka, mau tidak mau bahasa pertama yang
telah dinuranikan ini akan “mengganggu” ketika pembelajaran bahasa kedua.
Bahasa keduanya menjadi interferensi oleh unsur-unsur bahasa pertamanya yang
telah terlebih dahulu dinuranikan itu. Interferensi ini dapat terjadi pada
semua tataran bahasa: fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
BAB II
ANALISIS KONSTRATIF
A. Batasan dan Pengertian Analisis Kontrastif
Sejak dini harus kita
sadari bahwa “dasar psikologis Analisis Kontrastif adalah Teori Transfer yang
diuraikan dan diformulasikan di dalam suatu teori psikologi Stimulus-Responsi
kaum Behaviors” (James, 1986:20). Dengan kata lain, teori belajar ilmu jiwa
tingkah laku merupakan dasar Analisis Kontrastif. Oleh karena itu, sebelum kita
sampai kepada batasan Analisis Kontastif, perlu kita pahami teori belajar yang
berdasarkan psikologi behaviorisme itu. Ada dual penting yang merupakan inti
teori belajar ilmu jiwa tingkah-laku, yaitu:
1. Kebiasaan
(habit), dan
2. Kesalahan
(eror).
Apabila dihubungkan
dengan pemerolehan bahasa makna kedua hal tersebut menjadi:
1. Kebiasaan
berbahasa (language habit), dan
2. Kesalahan
berbahasa (language error).
Aliran psikologi
behaviorisme menjelaskna pengertian tingkah-laku melalui aksi dan reaksi, atau
stimulus menghasilkan responsi; stimulus yang berbeda menghasilkan response
yang berbeda pula. Hubungan antara stimulus tertentu dengan response tertentu
disebut kebiasaan (habit). Hal inilah
yang menjadi objek penelitian ahli psikologi seperti Watson dan Skinner. Hal
yang menjadi masalah pokok adalah “bagaimana terjdinya hubungan antara stimulus
dan responsi (S-R)? menurut aliran psikologi behaviorisme klasik, yang ditokohi
oleh Watson, stimulus mendatangkan response. Apabila stimulus terjadi secara
tetap maka response pun terlatih dan diarahkan tetap sehingga akhirnya bersifat
otomatis. Aliran psikologi behaviorisme modern, dengan tokoh Skinner,
berpendapat bahwa kebiasaan dapat terjadi dengan cara peniruan dan penguatan.
Kebiasaan mempunyai dua
karakteristik utama. Pertama, kebiasaan
itu dapat diamati atau observable; bila
berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktivitas dapat
dilihat. Kedua, kebiasaan itu
bersifat mekanistis atau otomatis. Kebiasaan itu terjadi secara
spontan tanpa disadari dan sangat sulit dihilangkan terkecuali kalau lingkungan
berubah. Perubahan itu mengarah kepada penghilangan stimulus yang
membangkitkannya. Walaupun teori pembentukan kebiasaan (habit
formation) itu bersifat umum, aplikasinya digunakan juga dalam pengajaran
bahasa. Di dalam PBI, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan.
Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian dan perbaikan. Melalui kegiatan
itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur, pola kebiasaan
bahasa ibunya, hal yang sama berlaku juga dalam PB2. Melalui cara peniruan dan
penguatan, para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan response
yang merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua.
Menurut paham teori
belajar psikologi behaviorisme yang mendominasi Anakon, kesalahan berbahasa
terjadi karena transfer negatif. Dengan
istilah transfer negative ini kitta
maksudkan penggunaan sistem B1 dalam ber-B2, sedangkan sistem itu berbeda dalam
B2. Kesalahan perlu dihilangkan dan pengaruhnya dikikid agar proses belajar
berbahasa terjadi dan berhasil. Transfer negative itu sendiri merupakan akibat
penggunaan sistem yang berbeda yang terdapat pada B1 dan B2. Perbedaan sistem
bahasa itu dapat diidentifikasi melalui B1 atau bahasa ibu dengan B2. Kesalahan
berbahasa itu dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kebiasaan berbahasa
kedua melauli latihan, pengulangan, dan penguatan (hadiah atau hukuman).
Analisis Kontrastif,
berupa prosedur kerja, adalah aktivitas atau kegiatan yang mencoba
membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan di antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan antara dua
bahasa, yang diperoleh dan dihasilkan melalui Analisis Kontrastif, dapat
digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi
kesulitan-kesuliatn belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah.
B. Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbedaan antara dua bahasa merupakan
dasar untuk memperkirakan hal-hal yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan
kesalahan berbahasa yang akan dihadapi oleh para siswa. Dalam perkembangannya
terdapat dua versi hipotesis Anakon.
1. Hipotesis
bentuk kuat (Strong form hypotesis) menyatakan bahwa “semua kesalahan dalam B2
dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang
dipelajari oleh para siswa” (Ellis, 1986:23).
2. Hipotesis
bentuk lemah (Weak form hypothesis) menyatakan bahwa anakon hanya bersifat
diagnostik belaka.
Anakon
dan Anakes harus saling melengkapi. Anakes mengidentifikasi kesalahan didalam
korpus bahasa siswa, kemudian anakon menerapkan kesalahan mana yang termasuk
dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.
Hipotesis
bentuk kuat ini didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini:
1. Penyebab
utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran
bahasa asing adalah interferensi bahasa ibu;
2. Kelusitan
belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan antara B1 dan
B2;
3. Semakin
besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawatkesulitan belajar;
4. Hasil
perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan
untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar
bahasa asing;
5. Bahan
pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu,
kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari
oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan analisis kontrastif
(Lee, 1968: 186; Fisiak [ed], 1985:211)
Ada
tiga sumber yang digunakan sebagai penguat atau rasional hipotesis Anakon,
yaitu sebagai berikut:
1.
Pengalaman praktis guru bahasa asing;
2. Telaah
mengenai kontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan;
3. Teori
belajar.
Petama,
yaitu pengalaman guru bahasa asing atau B2 di lapangan. Setiap pengajar atau
guru bahasa asing atau B2 yang sudah berpengalaman pasti mengetahui secara
jelasbahwa kesalahan yang berjumlah cukup besar dan selalu berulang dapat
dikembalikan lagi kepada tekanan B1 para siswa. Tekanan dan dorongan tersebut
terjadi pada pelafalan, susunan kata, pembentukan kata, susunan kalimat dan
sebagainya.
Kedua,adalah
telaah mengenaikontak bahasa di dalam situasi kedwibahasaan. Dwibahasawan yang
mengenal atau mengetahui dua bahasa atau lebih merupakan tempat terjadinya
kontak bahasa. Kontak bahasa menyebabkan timbulnya fenomena saling
mempengaruhi. Bahasa mana yang berpengaruh besar tergantung pada tingkat
penguasaan bahasa seorang dwibahasawan. Bila yang bersangkutan lebih menguasai
bahasa ibu maka bahasa ibu itulah yang banyak mempengaruhi B2. Sebaliknya,
karena sesuatu sebab penguasaan B2 melebihi penguasaan B1 maka giliran B1 lah
yang dipengaruhi B2.
Ketiga,
sebagai pendukung Hipotesis Anakon adalah teori belajar, terutama teori
transfer. Istilah transfer adalah suatu proses yang melukiskan penggunaan
tingkah laku yang telah dipelajari secara otomatis, spontan dalam usaha
memberikan responsi baru (Dulay [et al], 1982: 101). Transfer dapat bersifat negatif dapat pula bersifat positif.
Transfer
negatif terjadi apabila tingkah laku yang telah dipelajari berbeda dengan
tingkah laku yang sedang atau akan dipelajari; sebaliknya, transfer positif
terjadi apabila pengalaman masa lalu
sesuai dengan tuntutan tugas baru. Apabila pengertian kedua transfer tersebut
dibawa kepada pengajaran bahasa, maka transfer negatif terjadi bila sistem B1
yang telah dikuasai digunakan didalam B2, sedang sistem itu berbeda dalam kedua
bahasa. Sebaliknya, bila sistem tersebut sama maka terjadilah tranfer positif.
Transfer negatif dalam PB2 disebut interferensi. Interferensi disini
menimbulkan penyimpangan, kesalahan berbahasa
yang merupakan akibat dari perbedaan antara dua bahasa, bahasa ibu atau
B1 dan B2.
Apabila
kita perhatikan secara cermat dan teliti maka ketiga sumber tersebut selalu
mengacu kepada hal yang sama. Sumber pertama berbicara tentang kesalahan
berbahasa sebagai akibat tekanan bahasa. Jadi, ada hubungan erat antara
kesalahan berbahasa dengan perbedaan B1 dan B2. Sumber kedua melalui kontak
bahasa terjadi interferensi B1 terhadap B2. Di sini pun penyimpangan atau
kesalahn berbahasa dipandang sebagai akibat perbedaan sistem kedua bahasa.
Sumber ketiga, melalui psikologimenunjukan transfer negatif atau interferensi
sebagai penimbul kesalahan berbahasa.
C. KritikTerhadapAnalisisKontrastif
Analisis kontrastif
merupakan suatu konsep yang bertujuan menanggulangi masalah pengajaran B2. Melalui
uraian mengenai aspek dan ruang lingkupnya, Anakon memang berkaitan erat dengan
teori linguistik dan psikologi belajar, khususnya psikologi belajar
behaviorisme. Oleh karena itu, memang wajar sekali bila dalam perkembangan
Anakon muncul kritik, anjuran, ataupun ketidakpuasan mengenai teori linguistik
yang digunakan serta mengenai aplikasi pedagogisnya.
Para penganjurdan pendukung Anakon juga menyadari bahwa konsep Anakon
bukanlah suatu konsep yang sudah sempurna benar tanpa cacat cela sama sekali.”
Pepatah mengatakan bahwwa tidak ada gading yang tak retak”. Demikian pula
dengan Anakon jelas mempunyai segi-segi kelemahan atau kekurangan. Berbagai
kritik yang ditunjukan kepada Anakon
lebih banyak mengenai segi aplikasi pedagogis. Kritik itu sebagaian
besar datang dari pendukung Anakes yang menganggap Anakon merupakan bagian dari
Anakes. Sedangkan kritik mengenai aspek linguistik hanya bersifat penyempurnaan
teori yang digunakan dan cakupan sistem bahasa yang diperbandingkan hendaknya
lebih menyeluruh.
BAB III
TEORI ANALISIS KESALAHAN
A.
Analisis
Kesalahan Berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa adalah
kegiatan menganalisis untuk
menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang memenuhi faktor-faktor
komunikasi, adapun bahasa Indonesia
yang benar adalah bahasa Indonesia yang memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan. Kesalahan berbahasa dapat
terjadi dalam setiap tataran linguistik(kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi
dalam tataran fonologi, morfologi,sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan
berbahasa dapat disebabkan olehintervensi (tekanan) bahasa pertama (B1)
terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan berbahasa yang paling
umum terjadi akibat penyimpangan kaidah bahasa. Namun, akhir-akhir ini ada dua langkah
lagi yang disarankan untuk melengkapi langkah-langkah terdahulu. Kedua langkah
yang dimaksud adalah:
1. Menganalisis sumber kesalahan, dan
2. Menentukan derajat gangguan yang disebabkan oleh
kesalahan itu.
Dari
sumber-sumber diatas Tarigan menyusun langkah-langkah kerja baru anakes melalui
penyeleksian, pengurutan, dan penggabungan. Hasil modifikasi tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Mengumpulkan
data: berupa kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa, misalnya hasil
ulangan, karangan, atau percakapan.
2.
Mengidentifikasi
dan mengklasifikasikan kesalahan: mengenali dan memilah-milah kesalahan
berdasarkan kategori kebahasaan, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan,
pembentukan kata, penggabungan kata, penyusunan kalimat.
3.
Memperingkat
kesalahan: mengurutkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan
contoh yang benar.
4.
Menjelaskan
kesalahan: menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan
contoh yang benar.
5.
Memprakirakan
atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan: meramalkan tataran
bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan.
6.
Mengoreksi
kesalahan: memperbaiki dan bila dapat menghilangkan kesalahan melalui
penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik, dan teknik pengajaran
yang serasi.
Analisis
kesalahan berbahasa adalah kegiatan menganalisis untuk menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang memenuhi faktor-faktor
komunikasi, adapun bahasa Indonesia
yang benar adalah bahasa Indonesia yang memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan.
Taksonomi
kategori linguistik membedakan kesalahan berdasarkan komponen bahasa dan konsisten
bahasa. Berdasarkan komponen bahasa, wilayah kesalahan dibedakan menjadi:
1. Kesalahan dalam tataran fonologi;
2. Kesalahan dalam tataran morfologi
3. Kesalahan
dalam tataran leksikon;
4. Kesalahan
dalam tataran sintaksis;
5. Kesalahan
dalam penggunaan ejaan;
6. Kesalahan dalam tataran wacana.
Berdasarkan
konstituen bahasa, kesalahan terjadi pada tataran penggunaan unsur-unsur bahasa ketika
dihubungkan dengan unsur bahasa lain dalam satu bahasa. Misalnya frase dan klausa dalam tataran sintaksis
atau morfem-morfem gramatikal
dalam tataran morfologi.
BAB IV
ANTAR BAHASA ATAU INTERLAGUAGE
A.
Batasan
atau Definisi Antarbahasa
Dalam rangkaian
sistem-sistem linguistik yang ditempuh oleh pembelajar bahasa terdapat berbagai
upaya yang dilakukan untuk menguasai bahasa sasaran. Oleh karena itu terdapat
berbagai istilah yang terkait dalam sisitem-sistem linguistik tersebut
diantaranya adalah:
1.
Dialek
Idiosinkratik (Corder, 1971)
2.
Sistem
Approksimatif (Nemser, 1971)
3.
Antarbahasa
atau interlanguages (Selinker, 1969)
Dialek
idiosinkratik adalah dialek yang tidak digunakan sebagai bahasa oleh sekelompok
masyarakat manapun. Misalnya bahasa Inggris versi SMA yang khas milik mereka
sendiri (dialek) ketika dalam proses belajar B2. Contoh penggunaan kata ”loo”
(lu:) dalam Bahasa Inggris British, sedangkan dalam Bahasa Inggris US (Amerika)
menggunkan kata ”toilet”(toilit), kedua kata tersebut bermakna sama
”kamar kecil”. Contoh lain adalah kata ”lolly” (lali) dalam Bahasa
Inggris British, sedangkan dalam Bahasa Inggris US menggunakan kata ”money”.
Kedua kata itu bermakna ”uang”. Sedangkan contoh dalam bahasa Indonesia
penggunaan kata ”beta” dan ”saya”. Pada hakikatnya kedua kata itu bermakna sama
yaitu ”aku”. Kata ”color” dalam bahasa Inggris, sedangkan kata ”colour” dalam
bahasa Inggris US bermakna warna.
Sistem
Approksimatif merupakan sistem perkiraan penggunaan kalimat yang tepat yang
digunakan oleh pemeroleh B2. Contoh: house
big seharusnya big house. Akan
tetapi kedua istilah tersebut tidak banyak dipakai dalam kepustakaan dewasa
ini, sedangkan yang lebih banyak dipakai adalah istilah Antarbahasa, istilah
ini lebih cocok dan relevan karena
memiliki beberapa alasan diantaranya adalah:
a)
Istilah
Antarbahasa mencakup status yang tidak menentukan dari sistem pembelajar antara
bahasa asli dengan bahasa sasaran;
b)
Istilah
Antarbahasa menggambarkan ”kecepatan yang tidak normal” yang tidak dapat
bertindak sebagai sarana pengubah bahasa sang pembelajar atau
ketidakstabilannya;
c)
Berpusat
pada istilah ”bahasa” maka istilah Antarbahasa mengakui dan menghargai hakikat
performansi pembelajar yang sistematik dan taat kaidah dan adekuasi (kecukupan)
sebagai suatu sistem yuang komunikatif fungsional, paling sedikit, dari sudut
pandangan pembelajar (Fisiak [ed] 1985
27).
Sedangkan
menurut Selinker pada tahun 1972 menyatakan bahwa istilah Antarbahasa mengacu
pada pengetahuan sisitemik mengenai B2 yang berdikari bebas dari B1 pembelajar
maupun bahasa sasaran. Sedangkan beberapa istilah Antarbahasa yang digunakan
oleh Selinker adalah:
a.
Mengacu
kepada seperangkat sistem yang saling berpautan satu sama lain yang memberi
ciri kepada pemerolehan;
b.
Mengacu
kepada sisitem yang (dapat) diobservasi pada satu tahap tunggal perkembangan
(yaitu ”suatu bahasa”); dan
c.
Mengacu
kepada gabungan atau kombinasi bahasa ibu/bahasa sasaran Inggris lawan bahasa
ibu Jerman/bahasa sasaran Inggris) (Ellis, 1987 : 299).
Dalam pandangan
Selinker antarbahasa merupakan suatu sistem tingkat lanjutan yang berlokasi
pada ”kontinum” atau ”rangkaian kesatuan” yang merentang dari bahasa ibu ke
bahasa sasaran. Suatu sistem yang dikuasai serta dikendalikan oleh
kaidah-kaidahnya sendiri dan sangat jarang sekali sama dan sebangun secara
keseluruhan dengan sistem B2, kecuali kalau pemerolehan bahasa dimulai sejak
dini. Ketidaksamaan atau fosilisasi merupakan suatu konsep yang berpusat pada
Hipotesis Antarbahasa Selinker. Fenomena linguistik yang terfolisasi adalah
butir-butir, kaidah-kaidah, subsistem-subsistem yang digunakan oleh para
penutur bahasa asli cenderung dipakai dalam antarbahasa mereka pada saat
memperoleh B2 tertentu atau dengan kata lain aspek-aspek antarbahasa ini
bersifat permanen dan tidak akan pernah terhapus bagi kebanyakan pembelajar B2,
tanpa menghiraukan serta memperhatikan jumlah penjelasan dan pengajaran yang
mereka terima (Selinker 1974 : 118-9).
Sedangkan
menurut Corder (1978) ada berbagai ragam tipe kontinum yang mempunyai
eksplanatori yang potensial. Diantaranya adalah:
- Pembelajar terlibat secara konstan dan progresif
bagi penyesuaian sistem bahasa asli kepada sistem bahasa sasaran yang erat
yang disebut dengan penstrukturan kembali yang progresif, sedangkan
kontinum implikasinya disebut dengan kontinum yang distrukturkan kembali
(restructuring continum). Tipe konseptualisasi ini menekankan pada
fakta-fakta terdokumentasi antarbahasa pada tahap-tahap belajar awal yang
seringkali memanifestasikan dalam tata bahasa dan fonologi ciri-ciri
bahasa asli atau unsur-unsur yang mudah dihubungkan dengan bahasa asli.
Antarbahasa lebih sederhana daripada pemerolehan tuturan bahasa asli orang
dewasa.
- Kontinum Rekreasional atau kontinum perkembangan
Perkembangan bahasa anak itu dimulai dari nol, sedangkan
orang dewasa sebagai pembelajar B2 lebih rumit karena harus memulai struktur
kognitif yang telah berinteraksi dan sisitem bahasa ibu telah terbentuk secara
mapan.
- Antarbahasa sebagai salah satu kontinum atau
kombinasi dari kedua kontinum di atas. Dalam hipotesis ini terdapat
sejumlah keseragaman mengenai cara perkembangan atau kemajuan para
pembelajar B2 dan mengikuti urutan perkembangan yang sama tanpa
memperhatikan bahasa ibu.
B.
Proses
Antarbahasa
Menurut Selinker
terdapat fenomena-fenomenayang menarik dalam performansi Antarbahasa adalah
butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang dapat difosilisasikan dengan
bantuan lima proses Antarbahasa, diantaranya adalah:
1.
Transfer
bahasa (language transfer)
2. Transfer
latihan (transfer of training)
3. Siasat
pembelajaran bahasa kedua (strategies of second language learning)
4. Siasat
komunikasi bahasa kedua (strategies of second language communication)
5.
Penyamarataan
yang berlebihan mengenai bahan linguistik bahasa sasaran (overgeneralization
of target language linguistik material)
Secara eksperimental butir-butir, kaidah-kaidah, dan
subsistem-subsistem yang dapat difolisasikan dalam performansi Antarbahasa
adalah merupakan akibat dari bahasa asli.
Selinker
menghipotesiskan bahwa kalimat proses yang berisi kaidah-kaidah dan ciri-ciri
bahasa sasaran merupakan inti dari pembelajaran bahasa kedua. Kelima proses di
atas sangat penting bagi pembelajaran dan pemerolehan bahasa kedua karena
masing-masing dapat memaksa butir-butir, kaidah-kaidah, dan subsistem yang
terfolisasi muncul dan mungkin tetap berada di dalam Antarbahasa dalam waktu
yang tidak terbatas. Kombinasi dari kelima proses tersebut dikenal dengan
Kompetensi Antarbahasa yang terfolisasi (Richards [ed], 1985 ; 37).
Sedangkan bila
ditinjau dari sudut pandang ”kesalahan” maka dapat dinyatakan, bahwa:
1.
Transfer
Bahasa adalah interferensi
bahasa ibu atau B1 kepada bahasa sasaran atau B2;
2.
Transfer
Latihan adalah kesalahan
yang berkaitan dengan hakiakt bahan-bahan pembelajaran bahasa dan
pendekatan-pendekatannya sendiri;
3.
Siasat
Pembelajaran Bahasa Kedua
adalah kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan sang pembelajar pada bahan
atau bahasa yang dipelajari;
4.
Siasat
Komunikasi Bahasa Kedua
adalah kesalahan yang berkaitan dengan cara sang pembelajar yang berupaya
berkomunikasi dengan para penutur asli di dalam situasi pemakaian bahasa secara
alamiah; dan
5.
Overgeneralisasi
Kaidah-Kaidah Bahasa Sasaran
adalah kesalahan yang berkaitan dengan sang pembelajar menstrukturkan kembali
dan mengorganisasi kembali bahan linguistik atau materi kebahasaan (Omagio,
1986 : 276) .
Adapun bentuk-bentuk permukaan ucapan-ucapan Antarbahasa antaralain :
a)
ucapan
ejaan (spelling pronunciations) ; sang pembicara mengucapkan kata-kata
sesuai dengan ejaannya. Sebagai contoh, orang Indonesia mengucapkan kata-kata
Inggris:
·
working paper diucapkan
[working peiper]
·
pioneer diucapkan [pioneer]
b)
ucapan
sanak (cognate pronunciation) ; sang pembicara mengucapkan kata-kata
yang sama asalnya,contoh, orang Indonesia mengucapkan kata-kata Inggris:
·
athelete
diucapkan
[atlit]
·
domestic diucapkan [domestik]
c)
belajar
holofrase (holofrase learning); contoh gabungan dari frasa Inggris:
·
half an-hour dibentuk one half an-hour
·
dalam bahasa Indonesia ;
dua puluh lima-dua puluh dan lima
dua puluh
delapan-tiga puluh kurang
dua
d)
hiperkoreksi
(hypercorrection); contohnya:
·
menerangkan diucapkan menerangken
·
makin
diucapkan mangkin
·
mantap
diucapkan mantep
C.
Masalah
Antarbahasa
Terdapat
lima masalah Antarbahasa yaitu:
1. Apakah
kita selalu dapat mengenali secara tuntas, tidak ragu-ragu dari proses
Antarbahasa yang diakibatkan oleh data yang dapat diamati?
Jawabannya adalah mungkin tidak. Situasi ini dianggap
umum dalam psikologi. Kita tidak mengetahui apakah suatu rentetan Antarbahasa
merupakan suatu akibat dari transfer bahasa, dari transfer latihan atau dari
kedua-duanya. Akan tetapi data yang relevan adalah dapat ditemui pada situasi pembelajaran
B2.
2.
Bagaimana
kita dapat mensistematiskan nosi atau gagasan ”fosilisasi” sehingga dari dasar
gagasan-gagasan teoritis itu kita dapat memperkirakan butir-butir mana yang
merupakan wadah situasi-situasi antarbahasa yang difosilisasikan?
Menurut Anakon, para penutur bahasa Spanyol tidak
kesulitan mengenai perbedaan kata ganti he/she dalam BahasaInggris, begitu juga
sebaliknya. Tetapi pada kenyataan sebenarnya penutur bahasa Spanyol mengalami
kesulitan dalam perbedaan tersebut, sedangkan hal ini tidak terjadi pada orang
Inggris yang belajar bahasa Spanyol. Oleh karena itu dalam masalah ini mungkin
terjadi satu proses transfer bahasa atau latihan, menolak pertimbangan lain
atau penetapan benar-benar sulit terbukti.
3.
Bagaimana
cara bagi seorang pembelajar baru bahasa kedua menghasilkan ucapan-ucapan
Antarbahasa yang permukaan gatra-gatranya benar, sesuai dengan norma
Antarbahasa yang diupayakannya agar berhasil?
Performansi produktif Antarbahasa oleh pembelajar B2 sama
benar dengan yang dihasilkan oleh penutur
aslinya. Dengan kata lain pembelajar B2 harus menghidupkan kembali
struktur bahasa yang akan direalisasikan ke dalam bahasa asli (reorganisasi bahan
linguistik dari Antarbahasa kepada bahasa sasaran tertentu).
4. Terdapat
dua masalah yaitu:
a.
Apakah
yang merupakan unit-unit relevan bagi struktur psikologis yang dihipotesiskan
merupakan wadah keberadaan identifikasi Antarbahasa?
b.
Adakah
suatu fakta bagi eksistensi unit-unit ini?
Jawabannya adalah jika data relevan psikologi belajar B2
merupakan ucapan-ucapan yang pararel dalam sistem linguistik (bahasa asli,
antarbahasa, dan bahasa sasaran) maka cukup beralasan bila ”secara kenyataan
psikologis” satu-satunya unit antarbahasa yang relevan adalah sesuatu yang
diberikan secara serentak bagi data pararel dalam tiga sistem atau secara
eksperimental dalam sistem tersebut.
Unit-unit identifikasi itu tersembunyi dalam otak (dalam struktur psikologis yang
laten) dan tersedia bagi individu yang ingin menghasilkan norma bahasa sasaran.
5.
Bagaimana
kita dapat bereksperimen dengan tiga sistem linguistik (bahasa sasaran,
antarbahasa, dan bahasa asli),menciptakan kondisi-kondisi eksperimental yang
sama bagi masing-masing dengan satu unit yang dikenali secara interlingual pada
sistem-sistem tersebut?
Jawabannya: untuk memperoleh rentetan struktur yang
efisisen dan sahih adalah melalui wawancara lisan, wawancara ini bertujuan
untuk memperoleh suatu kerangka kerja yang bersamaan di dalam ketiga sisitem
tersebut serta melayani sang pewawancara sebagai pembimbing dalam upaya untuk memperoleh
kalimat-kalimat tertentu dalam memperoleh subjek (Selinker 1972; Richards [ed]
1985 : 42-7).
D. Masalah Metodologis
Ada tiga tipe riset empiris pada tahun 1970-an, yaitu:
a.
Analisis Kesalahan
Analisis
Kesalahan atau Anakes merupakan suatu sarana terbatas bagi penyelidikan
pemerolehan bahasa kedua (PB2). Anakes hanya dapat menyediakan suatu gambaran
parsial, karena terpusat pada sebagian bahasa yang dihasilkan oleh para
pembelajar B2, yaitu bentuk-bentuk idiosinkratik (idiosincratic forms).
Selain itu Anakes juga meneliti bahasa bagi pembelajar bahasa dalam waktu
tertentu itu tidak dapat memberi harapan bagi jalan perkembangan yang ditempuh
oleh para pembelajar.
b.
Telaah-telaah lintas-sektoral (misalnya: telaah morfem);
Telaah morfem
yang dilakukan oleh Dulay & Burt merupakan suatu upaya yang sangat berguna
untuk menanggulangi keterbatasan prinsip riset lintas
sektoral-ketidaksanggupannya mengemukakan urutan PB2. Akan tetapi, barangkali
mempunyai kelebihan dari setiap bidang riset PB2 lainnya, telaah ini bersifat
kontrofersial. Tidak ada teori yang menyatakan ketepatan yang dapat digunakan
oleh para pembelajar untuk memakai morfem-morfem yang berkorespondensi dengan susunan yang
mereka peroleh.
c.
Telaah-telaah kasus longitudinal
Salah satu
masalah utama dalam hal ini adalah bahasa telaah yang tidak membuktikan
kemungkinan untuk membangun suatu tampang atau profil pengembangan bagi para
pembelajar B2 dengan cara yang sama seperti pada riset B1. Para peneliti B1 dapat menggunakan panjang
ucapan rata-rata sebagai suatu indeks perkembangan terpercaya. Menurut
Larsen-Freeman (1978), panjang ucapan rata-rata tidak dapat dipakai dalam PB2
karena banyak ucapan para pembelajar B2 terdahulu yang terdiri dari
gumpalan-gumpalan hafalan luar kepala yang justru kekurangan struktur internal.
Hal ini disebabkan oleh kesulitan membuat komparasi terpercaya antara
pembelajar, metode yang digunakan serta studi dalam analisis data.
d.
Masalah Teoritis
Masalah teoritis Antarbahasa menyangkut tigal hal pokok,
yaitu:
a. Titik
pangkal kontinum antarbahasa
Asal-usul antarbahasa menjadi pokok
persoalan utama tatkala PB2 dilihat sebagai salah sesuatu yang lebih cenderung
sebagai kontinum rekreasi daripada kontinum yang distrukturkan kembali. Menurut
Corder (1981) terdapat dua kemungkinan asal usul antarbahasa;
·
Pembelajar memulai dari goresan atau
garutan yang sama seperti yang dilakukan oleh sang bayi dalam memperoleh bahasa
ibunya.
·
Pembelajar
mulai dari “beberapa tata bahasa dasar sederhana”.
Sedangkan
menurut Ellis (1982) menyatakan pembelajar mengingat tahap-tahap pemerolehan
awal (berupa kosa kata). Ini dipakai dalam ucapan non-gramatikal dan penyampaian makna pembelajar dengan bantuan yang diberikan penyimak
dengan konteks situasi.
b. Pengabaian
Faktor-faktor Eksternal
Kaum behavioris
mencoba mengurangi dan mengecilkan peranan atau sumbangan lingkungan dengan
jalan memberi penekanan pada pemusatan proses-proses mental sebagai
penggantinya, dan kecenderungan bawaan sejak lahir bagi bahasa. Masukan hanya
dimanfaatkan sebagai pencetus bagi timbulnya gerakan mekanisme-mekanisme proses
internal. Konsep strategi perlu dipahami, bukan hanya sebagai proses mental
yang tersembunyi tetapi juga sebagai sarana untuk menghubungkan masukan dengan
pengetahuan yang ada pada satu pihak dan untuk menghubungkan pengetahuan yang
ada dengan keluaran pada pihak lain. Hal ini dapat dicapai kalau penelitian itu
menjadi interaksi-interaksi yang melibatkan sang pembelajar dan teman
bicaranya.
c. Masalah Variabilitas
Salah satu
prinsip utama teori Antarbahasa ialah bahwa pembelajar-bahasa sistematis. Pada
setiap tahap perkembangannya sang pembelajar beroperasi sesuai dengan sistem
kaidah yang ada. Akan tetapi performansi selalu bervariasi. Hal itu terjadi
karena pada setiap perkembangan tidak ditandai dengan sistem kaidah-kaidah
kategorik tetapi kaidah-kaidah alternatif
yang menjadikan urutan alamiah itu kabur dan tidak jelas (tumpang
tindih) (Hatch 1974).
Variabilitas
tidak muncul kalau ”fosilisasi” (ketidaksebangunan) itu telah terjadi. Teori
Antarbahasa tidak dapat menanggulangi variabilitas pembelajar secara mudah
tetapi menjelaskan mengapa dan bilamana variabilitas itu terjadi. Teori
Antarbahasa telah berupaya mempertanggungjawabkan variabilitas kontekstual.
Jalur alamiah juga mengabaikan tipe variabilitas dari perbedaan individual
pembelajar. Pustaka studi-kasus mengemukakan bahwa memang terdapat
perbedaan-perbedaan besar dalam cara pembelajar beroreintasi kepada tugas
pembelajaran (Ellis, 1987 : 70-2)
BAB V
ANALISIS KESALAHAN BERBHASA
A.
Taksonomi Kesalahan Berbahasa
a.
Taksonomi Komparatif
Klasifikasi
kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif (atau comparative taxonomy)
didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan
B2 dan tipe-tipe konstruksi tertentu lainnya (Tarigan, 1988:158). Sebagai
contoh kalau kita menggunakan taksonomi komparatif untuk mengklasifikasikan
kesalahan-kesalahan pelajar Indonesia yang belajar bahasa Inggris, maka kita
dapat membandingkan struktur kesalahan pelajar yang memeroleh bahasa Inggris
sebagai B1.
Berdasarkan
perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat dibedakan:
(1)
kesalahan perkembangan (development errors) adalah kesalahan-kesalahan yang
sama dengan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai B1
mereka.
Contoh:
I
like do it (I like to do it)
Jim
doesn’t likes it (Jim doesn’t like it)
I
not craying (I am not craying)
(2)
kesalahan antarbahasa (interlingual errors) adalah kesalahan-kesalahan yang
semata-mata mengacu pada kesalahan B2 yang mencerminkan struktur bahasa asli
atau bahasa ibi, tanpa menghiraukan proses-proses internal atau kondis-kondisi
eksternal yang menimbulkannya.
Kesalahan
antarbahasa merupakan kesalahan yang sama dalam struktur bagi kalimat atau
frasa yang berekuivalen secara semantik dalam bahasa ibu sang pelajar.
Contoh:
Dia
datang Bandung dari.
Contoh
di atas adalah ucapan dari seorang anak Karo yang belajar bahasa Indonesia
untuk mencerminkan susunan atau urutan kata frasa proposisi dalam bahasa Karo
(Bandung dari berarti ‘dari Bandung).
(3)
kesalahan taksa (atau ambiguous errors) adalah kesalahan yang dapat
diklasifikasikan sebagi kesalahan perkembangan ataupun kesalahan antarbahasa.
Contoh:
Konstruksi yang mencerminkan bahasa asli sang pelajar (misalnya Medan) yang
belajar bahasa Indonesia sebagai B1 mereka.
Menulis
saya (Saya menulis)
Tidur
dia (Dia tidur)
Pergi
kami (Kami pergi).
(4)
kesalahan lain (other errors) menurut Dulay dan Burt (1974), dalam membuat
analisis komparatif kesalahan anak-anak, menyebutnya sebagai kesalahan unik
(Unique errors) yang mengacu pada keunikannya bagi para pelajar B2.
Contoh:
She hungry (dengan menghilangkan auxiliary)
Contoh
di atas merupakan struktur bahasa yang digunakan seorang pelajar dengan bahasa
ibunya (Spanyol) dan juga tidak perkembangan B2 (seperti She hungry dengan
menghilangkan auxiliary).
(Tarigan,
1988:158-163).
b.
Taksonomi Efek Komunikatif
Taksonomi
efek komunikatif memandang serta menghadapi kesalahan-kesalahan dari perspektif
efeknya terhadap penyimak atau pembaca (Tarigan, 1988:164).Berdasarkan
terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka
dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu:
(1)
kesalahan global (global errors)
Kesalahan
global adalah kesalahan yang memengaruhi kesalahan organisasi kalimat sehingga
benar-banar mengganggu komunikasi. Menurt Burt dan Kiparsky, kesalahan gobal
mencakup:
a.
Salah menyusun unsur pokok.
Misalnya:
Bahasa
Indonesia banyak orang disenangi.
Yang
seharusnya:
Bahasa
Indonesia disenangi banyak orang.
b.
Salah menempatkan atau tidak memakai kata sambung.
Misalnya:
Tidak
beli beras tadi, apa makan kita sekarang.
Yang
seharusnya:
Kalu
kita tidak membeli beras tadi, makan apa kita sekarang.
c.
hilangnya ciri kalimat pasif.
Misalnya:
Rencana
penelitian itu diperiksa pada pimpinan.
Yang
seharusnya:
Rencana
penelitian itu diperiksa oleh pimpinan.
(2)
kesalahan local (local errors)
Kelahan
lokal adalah kesalahan yang memepengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang biasanya
tidak mengganggu komunikasi secara signifikan. Keslahan-kesalahan ini hanya
terbatas pada suatu bagian kalimat saja, maka burt dan Kiparsky menyebutnya
kesalahan “lokal”.
Dalam
bahasa Indonesia, contoh kesalahan local itu antara lain sebagai berikut.
Penyelesaikan
tugas itu diselesaikannya dengan penuh semangat.
Jumlah
mahasiswa Unesa berjumlah sepuluh ribu.
Penyerahan
hadiah diserahkan oleh Bapak Lurah.
Yang
seharusnya:
Tugas
itu dislesaikannya dengan penuh semangat.
Mahasiswa
Unesa berjumlah sepuluh ribu.
Hadiah
diserahkan oleh Bapak Lurah.
(Tarigan,
1988: 164-166)
C.
Pengertian Kesalahan Berbahasa
Istilah
kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Corder (1974) menggunakan
3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error,
dan (3) Mistake.
1) Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur beralih cara untuk menyatakan
sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan,
jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the tongue”
sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of
the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur
melanggar kaidah atau aturan
tata bahasa (breaches of code).
Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari
tata bahasa yang lain,
sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi
terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa
yang salah.
3) Mistake
Mistake
adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu
situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan
kaidah yang diketahui benar, bukan karena
kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2).
Kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa
Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang berada di luar atau menyimpang
dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia
(Tarigan, 1997).
Kesalahan
berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan yang tidak diinginkan,
khususnya suatu bentuk yang tidak diinginkan.
Sebuah
Model AKB Indonesia
1.
Kesalahan
Fonologi
a.
Kesalahan
Ucapan
Kesalahan ucapan adalah kesalahan
mengucapkan kata sehingga menyimpang
dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna.
Misalnya:
enam diucapkan anam; anem
saudara sudara;
sodara
Rabu Rebo
mengubah mengobah
telur telor
menerangkan menerangken
alasan alesan
peletakan peletakkan
makin mangkin
tangkap tangkep
hantan tantem;
antem
esa esa.
b.
Kesalahan
Ejaan
Kesalahan ejaan adalah
kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan tanda baca. Contoh:
Tuhan Yang Mahakuasa ditulis Tuhan Yang Maha Kuasa
Tuhan Yang Maha Pemurah Tuhan Yang Mahapemurah
mengetengahkan mengketengahkan
mengesampungkan mengenyampingkan
melihat-lihat me-lihat2
mempertanggungjawabkan mempertanggung jawabkan
bertanggung jawab bertanggungjawab
pertanggungjawaban pertanggung jawaban
sekaligus sekali
gus
tata bahasa tatabahasa
orang tua orangtua
dua puluh duapuluh
2.
Kesalahan
Morfologi
Kesalahan
morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah
menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan salah memilih bentuk
kata.
Contoh:
Banyak
pelajar-pelajar baris-baris di tanah
lapangan itu.
Saya
lebih baik berpulang daripada
meninggal di sini.
Sekali-kali
datang juga dia mengunjungi kami,
Gerakan
tanganmu dengan gerakkan silat!
Pak
Tarigan mengajar tata bahasa di
sekolah kami.
yang
seharusnya:
Banyak
pelajar berbaris di tanah lapangan
itu.
Saya
lebih baik pulang daripada tinggal di
sini.
Sekali-sekali
datang juga dia mengunjungi kami,
Gerakan
tanganmu dengan gerakan silat!
Pak
Tarigan mengajakan tata bahasa di
sekolah kami.
Begitu
pula:
Nanti
sore diadakan latihan berbaris-baris
di sekolah.
Dia
membeli mangga dan sekali gus
membagikannya.
yang
seharusnya:
Nanti
sore diadakan latihan baris-berbaris
di sekolah.
Dia
membeli mangga dan sekaligus
membagikannya.
3.
Kesalahan
Sintaksis
Kesalahan
sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau
kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel.
Contoh:
Latihan
bernyanyi diadakan sekali setiap minggu.
Sampai
bertemu lagi di lain kesempatan.
Mengapa
kamu pergi dengan tanpa pamit?
Dengan penyuluhan
itu meningkatkan kecerdasan rakyat.
Dalam kamar
ini terbagi atas empat bagian.
Dia
tidak dapat hadir disebabkan karena
dia sakit.
Kami
rela berkorban demi untuk negara.
yang
seharusnya:
Latihan
bernyanyi diadakan setiap minggu.
Latihan
bernyanyi diadakan sekali seminggu.
Sampai
bertemu lagi pada kesempatan lain.
Sampai
bertemu lagi di tempat lain.
Mengapa kamu pergi tanpa
pamit?
Mengapa
kamu pergi dengan tidak berpamitan?
Dengan penyuluhan
itu tidak meningkatkan kecerdasan rakyat.
Penyuluhan
itu meningkatkan kecerdasan rakyat.
Kamar
ini terbagi atas empat bagian.
Dia tidak dapat hadir karena dia sakit.
Kami
rela berkorban demi negara.
Kami
rela berkorban untuk negara.
4.
Kesalahan
Leksikon
Kesalahan
Leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat. Contoh:
Demikianlah
agar Anda maklum, dan atas perhatiannya
saya ucapkan terima kasih.
Kemerdekaan
Indonesia diproklamirkan pada tanggal
17 Agustus 1945.
Saudara-saudara,
sebelum makan marilah kami berdoa
bersama-sama.
Menyetujui:
Kepala
Desa Sukamaju.
Persetujuan itu disetujui
pada hari Minggu yang lalu.
yang
seharusnya:
Demikianlah
agar Anda maklum, dan atas perhatian Anda
saya ucapkan terima kasih.
Kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Saudara-saudara,
sebelum makan marilah kita berdoa
bersama-sama.
Disetujui oleh:
Kepala
Desa Sukamaju.
Persetujuan itu ditandatangani
pada hari Minggu yang lalu.
DAFTAR
PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.1988.”Pengajaran Analisis Kesalahan
Berbahasa”. Bandung