Perempuan yang akrab dengan Sunyi dan Kopi. Setelah mencintai Mahari, Bunga, dan Tamtam. Ada yang lebih aku cintai yaitu ular, katak dan laba-laba.- Siti Halimah

ESAI

 “di Depan Hukum” Karya Franz Kafka
Telaah Stilistika
:Siti Halimah


"Tak ada orang lain yang mungkin diizinkan masuk ke sini karena pintu ini dibikin hanya untukmu. Sekarang aku harus menutupnya."

Sedikit kutipan yang mengantarkan kita pada gerbang cerita unik Franz Kafka yang akan ditelaah stilistika. Sehabis membaca cerpen “Di depan Hukum” karya Franz Kafka ini yang saya dapatkan dalam blog Eka Kurniawan sebagai penerjemah dari cerpen tersebut, timbul berbagai kesan yang saya alami setelah membacanya  dan salah satu kesan  yang luar biasanya adalah saat pernyataan-perrnyataan filosopis yang terdapat dalam dialog cerpen tersebut, dan  uniknya dalam cerpen tersebut bukan hanya berhari-hari orang desa itu menunggu dibukakannya pintu pengadilan, tapi hingga bertahun-tahun ia tetap teguh menunggu penjaga pintu itu membukakan pintu pengadilan.
Masih dalam esainya Eka kurniawan:  “Kafkaesque” digunakan untuk menyebut suasana keterasingan dan dislokasi yang dialami oleh individu dalam masyarakatnya. Misalnya dalam esai berjudul “The Labyrinths of the Detective Story and Chesterton”, ia tanpa sungkan membuka esainya dengan satu spekulasi: bahwa orang Inggris hidup dengan dua hasrat yang tak nyambung, yakni gairah aneh untuk bertualang dan gairah aneh untuk legalitas. Saya rasa, esai semacam itu tak hanya membutuhkan ketekunan membaca, ketelitian mencerna dan menganalisa, tapi juga  keberanian menarik kesimpulan.
Sastrawan kelahiran Praha yang menulis dalam bahasa jerman dan oleh para kritik sastra, ia di anggap sebagai salah seorang prosa modern. Franz Kafka lahir di praha, 3 juli 1983. Ia putra dari pedagang yahudi yang kaya raya, Hermann Kafka. Disamping dengan keadaan ekonomi kelurga yang memadai Kafka yang akrab dipanggil beralih belajar ke dalam ilmu hukum, yang dipercayainya akan lebih memberikan waktu banyak untuk ia menulis, namun sebelumnya ia juga pernah mengambil ilmu sastra dan kedokteran. Karya-karyanya mengangkat tentang kegelisahan dan keterasingan manusia modern yang terperangkap dalam sebuah dunia ganjal dan asing.
Ah, tiba-tiba saya membayangkan esai-esai gokil semacam, “apa yang dipikirkan kucing ketika kucing memikirkan murakami? Atau apa yang terjadi jika suatu pagi seekor kecoa terbangun dan menemukan dirinya berubah menjadi Franz Kafka atau Hemingay membunuh Hemingway.” Esai. Hal itu bisa di tulis dalam bentuk esai. 
Dari kutipan esai Eka Kurniawan juga mengatakan betapakah  karya-karya Franz Kafka ini selalu menimbulkan suatu hasrat untuk berimajinasi liar, betapapun itu dalam menulis esai.  Kembali pada karya Franz Kafka “di Depan Hukum”. Ketika kita mendengar “di Depan Hukum” yang terlintas adalah penjara, hakim dan jaksa. Tapi berbeda dengan “di Depan Hukum” yang seorang Kafka rangkai dalam cerpen ini, hanya seoang penjanga pintu yang ada depan hukum, penjaga pintu yang tokoh orang desa itu temui di depan hukum. 
Di depan hukum berdiri seorang penjaga pintu. Seorang dari desa datang menemui penjaga pintu dan minta izin untuk menghadap hukum. Tapi penjaga pintu tersebut menolaknya untuk memberi izin masuk sekarang. Orang desa itu menanyakan, apakah dirinya nanti bisa masuk. “Itu mungkin, tapi tidak sekarang,” jawab penjaga pintu. Ketika pintu pengadilan itu terbuka seperti biasanya dan penjaga pintu menepi, orang desa itu telah melihat ke ruang dalam pengadilan. Ketika penjaga pintu mengetahuinya, tersenyum dan berkata, “Jika kamu akan mencobanya, mengapa tidak masuk saja, meskipun dilarang. Tapi ingat, saya berkuasa. Dan saya hanya penjaga pintu yang paling rendahan. (Kafka, diterjemahkan: Sigit Susanto)
Dari kutipan cerpen Fran Kafka di atas, dalam paragraf pertama saja tak ada kawalan polisi atau seorang jaksa, ataupun seorang hakim yang menyambutnya. Hingga pada akhirnya timbul pertanyaan mengapa seorang Kafka memberikan judul “di Depan Hukum” pada cerpennya? tanpa ada orang-orang yang berkaitan dengan hukum, hal ini juga sudah membuktikan bahwa hukum yang Kafka yang maksud adalah hukum yang lain, dan hal ini juga bisa menjadi simbol yang bermakna filosopis, atau mungkin hal ini berkaitan dengan keadilan yang identik dengan hukum? Tentunya paragraf pertama belum memberikan jawaban yang sah tentang hukum.
Ada hal yang menarik, unik dan luar biasa dalam cerpen di Depan Hukum Kafka ini adalah dibubuhinya berbagai macam percakapan dan pernyataan yang kaya akan filosopis.  Gaya yang Kafka suguhkan adalah  gaya  pengontrasan atau pertentangan: suatu bentuk gaya yang menuturkan sesuatu secara berkebalikan dengan sesuatu yang disebut secara harfiah. Hal yang dikontraskan dapat berwujud fisik, keadaan, sikap dan sifat, karakter, aktivitas, kata-kata, dan lain-lain tergantung konteks pembicaraan. Berwujud majas hiperbola, litotes, ironi dan sarkasme (Nurgiyantoro, 2014:260).   
Di bawah ini adalah penggalan dialog yang dikutip dari cerpennya Kafka:

....“Itu mungkin, tapi tidak sekarang,” jawab penjaga pintu.
....Ketika penjaga pintu mengetahuinya, tersenyum dan berkata, “Jika kamu akan mencobanya, mengapa tidak masuk saja, meskipun dilarang. Tapi ingat, saya berkuasa. Dan saya hanya penjaga pintu yang paling rendahan. Tapi dari ruang ke ruang lain telah dijaga oleh penjaga pintu, satu dengan yang lain makin tinggi kekuasaannya. Bahkan saya tidak bisa menanggung pada pintu ke tiga.” Orang desa itu tak mengharapkan kesulitan.
Percakapan ini saja tentunya Kafka menunjukan gaya bercerita yang terasa gaya kontras dengan makna yang dalam. Bisa dilihat dari kutipan-kutipn dialog penyataan yang dihubungkan dengan kenyataan: kaya akan makna filosopis yang bertentangan,  bentuk gaya yang menuturkan sesuatu secara berkebalikan dengan sesuatu yang disebut secara harfiah. Hal yang dikontraskan dapat berwujud kata-kata yang berwujud litotes.
... Akan tetapi penjaga pintu berkata, “Saya hanya menerimanya, sehingga kamu jangan berpikir, kamu telah semena-mena pada semuanya.” Setelah lewat bertahun-tahun, orang desa itu memperhatikan penjaga pintu terus menerus. ...
..karena ketinggian antara keduanya telah berubah, banyak yang menyengsarakan orang desa itu. “Kamu masih ingin tanya apalagi?” tanya penjaga pintu. “Kamu rakus.” “Semua orang berupaya berurusan dengan hukum,” kata orang itu..
...“Bagaimana mungkin, bertahun-tahun lamanya, tak seorangpun kecuali saya telah minta izin menghadap hukum?” Penjaga pintu itu sadar, bahwa orang itu sudah mendekati kematian, di samping kedunguannya bertambah, dan untuk masuk...
....penjaga pintu berkata keras pada orang desa, “Tak ada orang lain dapat izin masuk ke sini, karena pintu ini dimaksudkan hanya untuk kamu. Sekarang saya pergi dan saya tutup pintunya....”   

Betapakah pernyataan dari dan dialog-dialog cerpen begitu kental dengan pegontrasan yang berwujud dengan gaya bahasa litotes dsb., seperti yang saya ungkapkan tadi bahwa gaya cerita yang diungkapkan Franz Kafka penuh dengan makna filosofis yang hendak disampaikan melalui tokohnya. Namun dalam karyanya yang berjudul “di Depan Hukum” telitinya seorang pembaca karena betapakah banyak kata-kata yang menjebak untuk menafsirkannya. Salah satunya kutipan yang ada apa awal cerita ini
...Orang  itu mengira Hukum sudah tutup dan bertanya apakah dia akan diizinkan masuk nanti. "Mungkin saja," jawab sang penjaga, "tapi tidak saat ini." Ketika pintu terbuka, seperti biasa, penjaga itu melangkah ke satu sisinya, orang  dusun itu lalu membungkuk untuk mengintip ke dalam melalui pintunya. Mengetahui hal ini, si penjaga tertawa dan berkata: "Jika kau begitu tertarik padanya, coba saja masuk meskipun aku larang. Tapi ingatlah: Aku sangat kuat. Dan aku hanyalah satu saja dari banyak penjaga.
....
“di Depan Hukum” ini menggambarkan tentang potret anak manusia yang lemah dan yang nasibnya tak kunjung berubah; manakala pada saat itu manusia tidak berani membuat perubahan besar. Seorang orang  desa yang tak diijinkan masuk.    
Singkat cerita: seorang laki-laki desa dan penjaga pintu yang kukuh dengan pendirian masing-masing. Orang  desa yang sopan dan santun dengan kukuhnya menunggu penjaga pintu pengadilan itu membukakan pintu, serta penjaga pintu yang kukuh pula tetap menutup pintunya untuk orang  desa itu tanpa suatu alasan yang jelas, anak manusia yang tak ada keinginan untuk merubah perubahan yang ada.
Hingga setelah bertahun-tahun orang  desa itu menuggu: dia menjadi kanak-kanakkan, matanya sudah tak mampu untuk melihat jelas lagi, bahkan bajunya telah berkutu ia tetap masih berharap agar kutu itu bisa merubah kutu-kutu  itu untuk merubah sikap penjaga pintu itu. Namun hingga ia sadar bahwa megurus hukum itu begitu sulit dan penjaga pintupun tersadar  bahwa orang desa itu dekat dengan kematian di samping kedunguan orang  desa itu yang bertambah.
"Tak ada orang lain yang mungkin diizinkan masuk ke sini karena pintu ini dibikin hanya untukmu. Sekarang aku harus menutupnya." Teriakkan penjaga pintu itu ternyata mengakhiri cerpen kafka namun tidak menutup pertanyaan, serta imajinasi kita untuk terus menggali apa yang disampaikan oleh kafka. Jikapun kafka menyampaikan keadilan pada hukum, atau sebuh pilihan untuk tetap teguh pada pendirian, atau seorang anak manusia yang hidup lemah menerima takdir. Hingga pada akhirnya Kafka telah berhasil menjadikan cerita pendeknya yang teramat pendek menjadi berakar untuk tetap menjalar imajiner pembaca.
“Mimpi, Imajinasi, dan realitas berbaur dalam sebuah dunia yang terkadang absurd.”
   Gaya pengontrasan Kafka yang penuh dengan filosopis mampu mengecoh pembaca dari awal hingga akhir cerita. Meski cerpen “di Depan Hukum” ini hanya memuat satu halaman namun cerpen ini kaya akan imajinasi, bahkan dibanding dengan karya-karyanya yang lain seperti Fabel Kecil, Penghakiman dan metamorfosis. Dalam esainya Eka Kurniawan:
Metamorfosis banyak dianggap sebagai kisah yang simbolik dengan berbagai interpretasi. Soal menjadi mahluk apa sebenarnya si Gregor ini sendiri menjadi banyak perdebatan, ada yang mengatakan kecoak, serangga, kutu, dll. "Barang siapa melihat `Metamorfosa` lebih dari sekedar fantasi ilmu serangga, aku anggap pembaca itu telah berhasil."  
Nah, dari pernyataan Eka Kurniawan di atas juga menguatkan betapakan cerpen Kafka ini diwarnai dengan berbagai simbolik, tak hanya di depan hukkum saja, atau metamofosis saja pun cerpen-cerpen Franz Kafka yang lainnya juga.
Dengan keberanian Kafka bermain dengan khayalannya, keunikan, keanehan yang ditemukan dalam  karya-karyanya yang lain pula. Bagaimana pun, Kafka kini telah banyak menorehkan karya yang kaya dengan imajinasi liar dengan simbol yang ia suguhkan, dengan penyampaian makna yang ia selipkan hingga dengan bijaknya ia selalu memberikan banyak penafsiran pada pembaca.

Catatan
Kurnia, Anton. Ensiklopedia Sastra Dunia. Jakarta: I:Boekoe, 2006.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
        University Press, 2012.

Suroso, dkk. Kriktik Sastra. Yogyakarta: ELMATERAPUBLISHING, 2008. 

Kuniawan Eka. Franz Kafka Esai . http://ekakurniawan.com/blog/tag/franz-kafka, 2014

No comments:

Post a Comment

BERBAHASA SEJAK LAHIR

  BERBAHASA SEJAK LAHIR :Siti Halimah   “Terdapat banyak bukti bahwa manusia memiliki warisan biologi yang sudah ada sejak lahir berup...