Novel Gadis Pantai |
Di
sebuah kampung nelayan yang jauh dari keramaian, hiduplah sebuah keluarga
miskin yang kehidupannya menggantungkan dari laut. Mereka memiliki seorang anak
gadis yang usianya baru berusia empat belas tahun. Usia yang belum cukup untuk
mengarungi bahtera rumah tangga.
Pada
usia yang sedini ini dia sudah dinikahkan dengan seorang bendoro dari kota yang
diwakili oleh sebilah keris. Perkawinan mereka hanya disaksikan oleh ketua
kampung yang sekaligus sebagai perwakilan dari kota. Setelah pernikahan dilangsungkan,
Gadis Pantai itu, nama anak nelayan miskin itu, langsung diboyong ke kota, ke
tempat keluarga bendoro tinggal.
Kehidupan
yang jauh berbeda dengan keadaan sewaktu di tempatnya sendiri membuat Gadis
Pantai merasa dirinya dalam sebuah kerangkeng yang serba terbatas.
Disekelilingnya tak ada yang pernah tersenyum dengannya, semuanya begitu kaku,
hanya seorang pelayan tualah yang menjadi teman bicara dan teman bertanya
dikala sedang merasa kesepian di kamarnya.
Tiga
bulan telah berlalu Gadis Pantai kini telah menjadi istri seorang bendoro. Nama
sebutannya pun sudah bukan Gadis Pantai lagi, melainkan Mas Nganten. Dalam
waktu yang tiga bulan, Mas Nganten semakin tidak mengenal dirinya sendiri.
Dengan perubahan-perubahan yang ada pada dirinya. Ini semua berkat bantuan
pelayan tua yang senantiasa membimbing dan mengarahkan Gadis Pantai.
Kehidupan
yang serba terikat dalam gedung yang besar membuat Gadis Pantai merasa rindu
akan kampung halamannya. Dia ingin pulang kembali ke kampungnya. Tapi apa mau
dikata pelayan tualah yang selalu meluluhkan hatinya agar tidak kembali ke
kampungnya sendiri. Setahun berlalu Gadis Pantai semakin dapat menyesuaikan
diri dengan keadaan yang memaksanya harus begitu rupa. Tidak ada kejadian yang
merasa dirinya atau keluarga bendoro terganggu. Hal ini karena masing-masing
memiliki tugas dan kewajiban berbeda, serta martabat yang berbeda.
Namun
pada suatu ketika Gadis Pantai kehilangan dompet tempat uang belanjaan
dapurnya. Uang itu untuk menghidupi seisi gedung. Gadis Pantai menjadi risih
harus bagaimana dia mengadukan pada bendoro. Sedangkan yang dicurigainya adalah
masih kerabat bendoro sendiri, setelah ditanyai dia tidak mengaku, malahan
temannya yang lain ikut membelanya dan sebaliknya menghina pada Gadis Pantai.
Namun pelayan tua yang menemani Gadis Pantai mengadukannya pada Bendoro.
Bendoro
menjadi murka setelah tahu pencuri dompet istrinya adalah kerabatnya, dia
langsung mengusirnya dari gedung itu bersama dengan pelayan tua yang mengadukannya.
Hal ini membuat Gadis Pantai merasa terpukul karena dia tidak memiliki lagi
teman untuk mencurahkan perasaanya. Kepergian pelayan tua tidak membuat gusar bendoro,
karena pada waktu itu juga dia dapat menggantikan pelayan tua dengan seorang
pelayan yang masih muda, Mardinah namanya pelayan itu. Dia masih kerabatnya bendoro
sewaktu ditanya oleh Gadis Pantai.
Kadatangan
Mardinah ke rumah itu sepertinya memiliki niat lain. Dia datang tidak hanya
sebagai pelayan, tetapi ingin menghancurkan rumah tangga Gadis Pantai. Hal ini
membuat Gadis Pantai ingin pulang ke kampungnya, dan bendoro pun tidak merasa
keberatan. Kepulangannya ke kampungnya harus diantar oleh pelayan barunya itu,
yakni Mardinah.
Gadis
Pantai tidak pulang kembali bersama Mardinah ke kota, Gadis Pantai tinggal
beberapa hari di kampungnya. Mardinah disuruhnya pulang terlebih dahulu bersama
kusir yang mengantarnya sewaktu mereka datang. Selama di kampung Gadis Pantai
tidak merasa seperti dulu. Semua orang memandangnya lain. Setiap orang yang dilihatnya
langsung menundukkan wajahnya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa seperti
dirinya asing bagi kampungnya sendiri. Bapaknya pun berlaku seperti orang lain,
mereka seakan-akan baru bertemu dengan seorang pembesar.
Setelah
empat hari tinggal di kampung, datanglah rombongan Mardinah yang akan menjemput
Gadis Pantai dengan disertai empat orang pengawal. Mereka memaksa Gadis Pantai
untuk segera pulang ke kota ditunggu oleh Bendoro. Sedangkan surat yang
diberikan oleh bendoro tidak diberikannya pada Gadis Pantai ataupun bapaknya
sendiri. Hal ini membuat Bapaknya Gadis Pantai merasa curiga. Dugaan ini
ternyata benar, dan Bapak mencari akal untuk membuktikannya, serta
menyelamatkan anaknya yang ada dalam bahaya.
Akhirnya
rahasia Mardinah terbuka, setelah taktik dijalankan. Mardinah mengaku disuruh
Bendoro dari Demak untuk membunuh Gadis Pantai di perjalanan dengan diberi upah
yang cukup besar. Mardinah mendapat hukuman dari warga untuk kawin dengan
lelaki yang paling malas di kampung itu, yang bernama si Dul Pendongeng.
Mardinah dapat menerimanya dengan lapang dada.
Sepulang
dari kampung Gadis Pantai merasa dirinya sedang mengandung. Hal ini langsung
dibuktikan oleh paraji bendoro sendiri. Bendoro pun tidak banyak omong tentang
kepulangannya dari kampung. Tidak banyak ditanyakan oleh Bendoro. Hal ini
membuat Gadis Pantai merasa tenang untuk mnyelamatkan kampung orang tuanya,
yang telah membuat hilangnya pengawal Mardinah. Kandungannya menginjak waktu ke
sembilan, saat itu Gadis Pantai sudah tidak sabar lagi ingin segera memiliki
seorang anak, hal inipun sangat ditunggu-tunggu oleh bapaknya sendiri di
kampung.
Saat
melahirkan pun kini telah tiba. Kelahiran Gadis Pantai dibantu oleh seorang
dukun beranak kepercayaan Bendoro. Gadis Pantai melahirkan seorang anak
perempuan yang mungil seperti ibunya sendiri. Namun bagi kalangan priyayi anak
perempuan kurang diharapkan. Hal ini kelihatan setelah melahirkan Bendoro tidak
mau melihat keadaannya sehabis melahirkan. Apakah dia sehat atau tidak. Tidak
pedulinya Bendoro dikarenakan anak yang baru dilahirkannya seorang perempuan.
Tiga
bulan setelah dilahirkan Bapak datang menjenguk Gadis Pantai secara tidak
sengaja, Bapak dipanggil oleh bendoro untuk menghadap. Namun setelah menghadap
wajah Bapak tidak bahagia, Bapak murung tidak seperti biasanya. Kemudian Bapak
menyuruh Gadis Pantai untuk segera membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke
dalam wadah.
Gadis
Pantai merasa kebingungan Bapak mengajaknya pulang. Namun, Bapak menjelaskan
pada Gadis Pantai bahwa Bendoro telah menceraikannya, dan Gadis Pantai harus
segera pulang dengan bapaknya. Gadis Pantai merasa terkejut, tapi apalah daya
seorang sahaya seperti dia hanya menurut kehendak Bendoro. (Bagian 3)
Walaupun
dengan perasaan berat, Gadis Pantai meninggalkan semua yang dimilikinya pada
waktu digedung bersama Bendoro, termasuk anak gadisnya yang baru tiga bulan dia
lahirkan. Dalam perjalanan pulang Gadis Pantai yang sudah berubah menjadi Mas
Nganten enggan untuk pulang ke kampung halamannya. Perasaan malu menghantui
dirinya. Meskipun bapaknya tetap memaksanya untuk pulang ke rumahnya.
*novel ini selesai di baca pada tahun 2016
No comments:
Post a Comment