Perempuan yang akrab dengan Sunyi dan Kopi. Setelah mencintai Mahari, Bunga, dan Tamtam. Ada yang lebih aku cintai yaitu ular, katak dan laba-laba.- Siti Halimah

Catatan

Kerangka Tersekap Toples


Tak akan pernah kualihkan bahwa cinta dalam diam itu memang sangat melelahkan. Lelah kerena menunggu yang tak mungkin ada.  Dan aku tetap akan mencintaimu dalam diam selama tidak ada yang mengahapus cintaku dalam diam--selama itu aku akan tetap bertahan. Meski nanti-- jika aku tidak kagum lagi padamu maka aku akan mengabadikanmu dengan aksaraku nanti.
            Seolah tamparan—bagi kata yang sempat kuungkap untuk tidak jatuh cinta terlebih dahulu.  Ah, aku memang sedang tidak ingin jatuh cinta. Kau mulai hadir, kau hadir tak pernah kuundang bahkan aku tak akan mengundangmu untuk hadir dihatiku karena cukup bagiku untuk mencintaimu dalam diam karena-Nya.
Kau tahu ... sekejap aku ingin menyandarkan lelah ini dibahumu. Dan membisikkan aurora kata ini untukmu,” Aku tak akan pernah lelah, lelah menyayangimu meski dalam diam”.
            Seperti kisah cinta sucinya Saidatina Fatimah dan Saidina Ali—yang akhirnya Allah pertemukan jua.  Ah, mungkin aku terlalu berlebih mencintainya.
Tapi ia benar-benar membiarkan hati ini untuk berteduh ditoples hingga pada akhirnya aku menunggu Allah jua untuk pertemukan aku dengannya.
            Hanya do’a yang mengantarkan percakapan aku dengannya, meski ia tak mendengar—tapi keyakinanku tetap tak akan lelah untuk terus mengeksekusikan cinta ini lewat do’a.  Jika kau merasa dan yakin dengan cinta yang kusembunyikan dalam diam di dalam toples ini untukmu. Percayalah namamu akan terukir abadi dalam hati—dalam aksara—dan dalam keabadian. 
Coba lihat aku yang tak akan pernah lelah mengukir namamu dihatiku—tak akan pernah berujung pada satu ukiran meski kau tak pernah tahu akan hal itu.


Top of Form
Sebab, Kini aku mulai terbuka untuk belajar. Belajar mencintaimu dalam aksaraku. Untuk melengkapa kerangkaku yang muali usang. Dan lagi-lagi kini kerangka ini mulai usang.









Mencintaimu, Kini  mulai terselip pada buku—cinta tersekap tolpes itu kini kuselipkan pada buku. Apakah kau tahu itu?. Cinta itu sudah kuselipkan dalam buku. Bukumu, bukunya, buku kalian dan buku mereka.  Dan ia tidak akan menjadi cinta dalam diamku lagi. Ah, ingin kualihkan saja semua cintaku ini untuk para tukang kebunku.

“Kau tidak lelah?”

“Bukannya aku  sudah bicara pada toples pertamaku— aku sangat lelah jika harus mencinta seperti ini. Diam dan tak ada paruh yang bisa kuagungkan pada catatanku”

“Lantas apa yang kau tunggu—apakah kau akan kuat dengan kelelahan yang kau buat?”

“Akan kucoba. Sebab, Aku sedang menunggu Tuhan memberikan aku koma... “

“Koma apa yang kau tunggu?”

“Koma untuk mengesekusi cinta dalam diam ini.”

“Kau tidak yakin dengan cinta yang kau miliki?”

“Tidak. Sebab, dengan ketidak-yakinanku inilah—aku akan menyimpannya dalam diam”  

“Sudahlah kau percaya saja pada cintamu yang mulai tumbuh ini meski dalam diam?”

“Tidak.  Aku akan tetap menunggu titik Tuhan”

“Koma-Nya?”

“Aku juga menunggu koma-Nya untuk saat ini. agar sejenak aku tidak mencintanya. Maka dari itu  Bantu aku berdoa.”

“Sudahlah jangan menunggu Tuhan untuk mengeksekusi cintamu dengan koma-Nya  dan titik-Nya. Eksekusi saja olehmu”

“Tetap tidak. Aku masih menunggu Tuhan. Dan aku akan tetap menunggu-Nya untuk mengeksekusi takdir-Nya. Biarlah cinta ini tetap dalam diam meski aku mulai sangat lelah.”

“Sudahlah, terserahmu. Sebab, aku heran. Mungkin heranku akan hilang setelah aku menemukan sebabmu mencintainya dalam diam. Sebab yang kutahu karena Tuhan, dan kau belum menceritakan sebab lain....”

Ia pun pergi  menghilang—bersamaan dengan aku pergi dari tempat duduk bercerminku.

...

 Cianjur, 16 Agustus  2013 18:58






















Top of Form
Cinta Tersekap Toples

Sajak sebelum tidur

Titik                                                                                                                         
  ;Fatimah dan Ali Bin Abi Talib

Dengan kesederhanaan ialah sarat yang ringan untuk kuberiathu padamu—
Nanti  

Adalah keikhlasan yang aku janjikan untuk mengikut
kisah Fatimah dan Ali Bin Abi Talib yang diingini.

...

Ketika aku memberitahumu “Cinta dalam diam ini untukmu”.
Kau tahu apa yang aku takutkan?
“Aku takut, Tuhan kurangkan rasa ini padamu”

Meski aku sempat beraksara pada kertas—meski aku tak mengagumimu lagi.
"Aku akan tetap mencintamu dalam diam tanpa lelah”


Cianjur, 16 Agustus  2013 00:45












Cinta Tersekap Toples


Detik Menuju Toples 4... 
;aku masih saja memikirkannya

Kemarin ... Ia yang mulai bernama membuatku tak bisa bercerita—bercerita tentang apa yang telah kubaca. Bahkan semua ceritaku melayang ketika ia mulai bertanya. Ah,  sebab itu aku tak mau ia tahu tentang rasa ini—sebab ada ketakutan ketika aku tak bisa bercerita padanya. Dan aku pura-pura bodoh tak bisa bicara.  

“Apa yang menarik dari daun itu?”tanyanya ketika itu.

Dan aku tak menjawab apa-apa. Diam dan aku hanya bisa diam dibalik pertanyaannya. Meski sebelumnya aku tahu tentang kehidupan daun itu--bahkan aku selalu berdalih dari pertanyaannya. Tapi entahlah... cinta dalam diamku ini benar-benar membuatku diam tak bernama—tanpa kata, menghadirkan anomalia rasa.  

Sudahlah... aku sudah lelah. Ya ... aku lelah pura-pura bodoh dihadapanmu.


Cianjur, 17 agustus 2013, 07:24














Cinta Tersekap Toples

Toples 4. 


Ia pun datang. Dan duduk kembali di tempat aku bercermin.

“Dari mana kau?”

“Kerangkaku—sepertinya sedang sakit,  tadi malam aku menengoknya—hingga  aku tidak bisa tidur, kau tahu itu?”

“Tidak.  Aku tidak tahu itu. Kau tak bilang hal itu padaku. Sebab, yang kutahu kau sedang jatuh cinta”

“Tidak.  Aku tidak jatuh cinta. Dari mana kau tahu aku jatuh cinta?”

“Terus cinta dalam diammu itu?”

“Entahlah... ia akan tetap menjadi cinta dalam diamku—terlebih saat ini aku sedang fokus dengan kerangkaku yang sudah mulai usang dan aksaraku yang tak tahu bagaimana kelanjutannya nanti.”

“Kau itu memang keras kepala.  Apa susahnya kau bilang jatuh cinta saja. Kau selalu seperti ini. selalu membalikkan perbincangan kita pada aksaramu.  Apakah kau tak ingin memiliki seseorang yang peduli dengan hidupmu”

“Sudah kubilang dari kemarin juga, dan sudah lama pula kuulangi dalam seluruh catatanku. Cukup ibu dan bapakku, dan cukup keluargaku—cinta mereka dan kalian untuk saat ini yang cukup kumiliki. Kau mengerti itu?”

“Ya,  aku mengerti tapi...”

“Sudahlah jangan mengulang perbincangan kita yang dulu itu,”

“Terus apa yang akan kau lakukan sekarang?”

“Menulis, menulis dan menulis. Membaca, membaca dan membaca”

“Tak inginkah kau selipkan dengan cinta?”

“Sudahlah ...  jangan bilang cinta dihadapanku”

“Kau memang selalu seperti itu. Kau tak bisa menolak cinta yang datang tiba-tiba, kawan”

“Aku sedang berusaha menolaknya. maka dari itu,  kumohon dukung aku untuk menolaknya—bukan mendukung aku semakin mencintainya”

Lagi-lagi ia menghilang bersamaan dengan aku beranjak dari tempat duduk bercerminku.  Ah, rasanya aku muak sekali jika berbicara dengannya. Ia selalu bertentangan dengan apa yang aku inginkan. Tapi...


Cianjur, 17 Agustuds 2013. 16:06




















Cinta Tersekap Toples

Lamunan sebelum tidur...

Nama Cinta dalam Diam
;Zafran

kini kau kuberi nama Zafran. Ya ... Zafran,
sebab ketika aku melihat Zafran yang terlintas adalah kau yang kucintai dalam diam.

Aku mencoba menerka wajahmu;
   Zafran
dan aku mengingat cinta dalam diamku
Ketika melihat sosok Zafran maka yang terlitas adalah kau
kau yang menjadi cinta dalam diamku ini.

Zafran yang puitis, sedikit "gila", apa adanya, idealis, sedikit narsis,
dan memiliki bakat untuk menjadi orang terkenal.
Itulah sosoknya yang ada dalam film 5cm ...

Ya, kau tahu dari siapa aku menemukan sosok Zafran itu?
Darimu  yang tetap kucintai dalam diam.


...

Cianju, 18 Agustus 2013. 00: 35










Cinta Tersekap Toples

Cerita Kopi (Moccacino)...


“Tidak, aku tidak mengingat cinta dalam diam itu dalam kopi ini,” kataku sembari menatap secangir kopi moccacino di ujung  mulutku—hampir saja aku meneguknya.

“Terus, kenapa kau diam menatapku? ”

“Ia ... “jawabku pelan

“Ia, Siapa?”

“Cinta dalam diamku...”jawabku lirih

“Kau ini bagaimana, Katanya tidak mengingatnnya,”

“Tapi ia selalu hadir dalam setiap aku melihat bayangan dan Ketika aku menikmati kesederhanaan dalam kopi yang akan aku minum ini—hingga bertemu titik pahit terdalam”

“Dan dari sanalah kau akan menemukan anomalia rasa yang sesungguhnya,”

“Dari mana?”tanyaku penasaran

“Dari kopi yang akan kau minum sekarang—dari pahit terdalam yang nanti akan kau temukan dalam kopi ini... “


Rasa penasaran melandaku saat ini. Saat kopi ini berada di ujung mulutku. Dan ia pun menghilang bersamaan dengan aku meneguk secangkir kopi ini hingga habis—hingga menemukan pahit terdalam.


Cianjur, 18 Agustus 2013 . 08:45

Cinta Tersekap Toples

Detik-detik Menutup Toles...

Entahlah aku benar-benar tak mengerti dengan cinta yang aku anggap cinta dalam diam ini.  Yang jelas aku sudah mulai lelah dan akan membiarkannya tanpa cerita.

Didekatnya aku biasa. Tak ada yang berbeda. Tapi aku benar-benar tak mengerti kenapa aku membiarkan ia  membentuk cinta dalam diamku ini.
Apakah aku sedang bereksperimen dengan bercerita tentang cinta?entahlah aku  benar-benar bingung—hingga saat ini aku tak menemukan jawaban itu—mengapa aku menulis Cinta Tersekap Toples ini? aku pun tidak tahu alasan yang menyakinkanku.  Kenapa seperti itu.

Saat ini  aku memutuskan untuk menutup toplesku dan menjadikannya toples terakhirku—malam ini. Toples tentang cinta dalam diamku ini. sepertinya tidak penting sekali jika aku harus memikirkanmu. Ya, memikirkan cinta dalam diamku ini. tapi aku juga harus banyak terima kasih padamu.  Sebab, kau membiarkanku untuk menulis tentangmu. Dan sekarang aku akan kembali pada kerangkaku yang mulai usang. kerangkaku yang tak pernah menyakitiku.
Aku memang tak menampik. Aku takut—takut sakit, ya... sakit saat cintamu tak berpihak padaku. Maka dari itu terbanglah, dan biarkan aku bicara lagi dengan kerangkaku. 

Beberapa hari ini kau membuatku gila, bahkan sangat gila. Ketika aku minum kopi saja—aku bicara sendiri, bercermin saja aku bicara sendiri, akan mengambil air wudhu saja aku bicara sendiri.  Dan yang paling membuatku bodoh adalah ketika aku meladeni orang yang sudah jelas yaitu  adalah diriku sendiri. Ya... aku berbicara dengan bayanganku sendiri, dan dijawab sendiri olehku. Aku memang sudah gila.  

Hanya untuk sebuah cerita saja aku harus terjerumus hingga sejauh ini. Dan sebab ini pula aku ingin menghentikan cerita toplesku ini, sebelum aku benar-benar mencintainya. Ah, mungkinkah aku takut mencintainya? Yang pasti sudah cukup sampai sini. Dan aku ingin kembali pada kerangkaku saja.   


...

Cianjur, 18 Agustus 2013. 18:45














Cinta Tersekap Toples
Sore tadi aku pulang dari Muker LDK BKIM, dan aku pun bergegas mengambil air wudhu untuk sholat magrib.
“Hai, kita ketemu lagi.”
“ah, kau ini selalu datang dimana saja. Tanpa ku panggil . aku sedang lelah, jangan datang sekarang”
“lelah kenapa?”
“kau tahu dari tadi pagi aku muker dan pulangnya langsung ke sekolahan diniyah  tanpa pulang dulu ke rumah, dan sekarang aku sedang merehatkan sejenak dari seluruh aktivitasku di air ini”
“ya sudah kau tidur saja. “
“aku tak bisa tidur. Kau tahu setelah aku dari sini aku kemana?ke tempat pengajian untuk ikut diskusi nahwu sharaf. Dan aku tak bisa izin lagi”
“Cinta dalam diammu”
“Sudahlah.... jangan bicara lagi cinta dalam diam itu. sekarang aku sedag dilanda ke khawatiran bagi anak-anak didikku nanti—dan nanti aku pasti banyak kegiatan yang bakal banyak meninggalakan mereka, dan aku juga masih berat meninggalkan teman-teman diskusi nahwu sharafku itu.—beri aku masukan?”
“kan kau sudah mengambil keputusan untuk meninggalakan teman diskusi nahwu saharafmu selama satu tahun dan anak-anak itu kan sudah kau titipkan”
“tapi tetap saja aku merasa tak tega meninggalkan mereka—mereka itu adalah yang membiarkan aku untuk berbagi”
“terus apa maumu sekarang ini?”
“aku mau mengerjakan semuanya—aku ingin tetap bersama anak-anak itu, dan teman-teman diskusi malamku. Teman diskusi nahwu sharafku, dan aku juga ingin mengikuti kegiatan yang aku putuskan dengan penuh tanggung jawab. Entahlah yang pasti aku sedang bingung,”ucapku sembari  membasuh muka.
Ia sedikit tak nampak dalam penglihatanku. Aku diam sejenak.
“kau harus memilih”
“ya... aku tahu itu. tapi aku tak bisa memilih untuk saat ini”
“tapi kau harus memilih”
Aku wudhu dan ia pun menghilang bersamaan dengan itu.

Ketika aku hendak berangkat ke tempat diskusi—dimana temapat ini adalah rumah guru spritualku. Kami sering berdiskusi tentang nahwu dan shraf. Setipa malam—hingga jam 22.00 wib—aku baru pulang kerumah.
Aku duduk terlebih dahulu di depan cermin.
“hai kau mau kemana?”
“aku mau ke rumah pak ustad—mau  diskusi”
“istirahatlah,tadi  kau bialng bahwa kau lelah dengan kegiatanmu dari pagi tadi hingga sore”
“tidak aku harus tetap pergi”
“terus, kapan kau akn melanjutkan cinta dalam diammu lagi”
“gak, cinta dalam diamku ini akan ku tutup saja”
“kenapa?”
“Sebab, aku benar-benar tak mengerti dengan cinta ini”
“kenapa?”
“banyak hal yang harus aku pikirkan, bahkan banyak hal yng haru aku selesaikan—dan aku pun sudah curiga dengan salah satu tukang kebunku bahwa cinta diam ini untuk dia—sedangkan yang ku maksud ini bukan ia—aku sudah menganggap tukang kebunku ini adalah keluargaku dan aku tak ingin ada salah paham dengan cinta dalam toplesku yang sudah kebuat beberapa hari kemarin—aku tak ingin ia berubah hanya gara-gara cerita toples yang aku buat. Aku sudah nyaman diskusi dengannya—tapi entahlah aku merasa ia berbeda setelah aku menulis cerita toples ini. cerita toplesku bukan untuknya dan aku hanya berimajinasi saja—tidak lebih”
“terus apa yang akan kau lakukan saat ini?”
“entahalah aku bingunng”
Aku pun pergi dan melempar cermin itu dengan ponsel. Hingga cermin itu pecah dan ia hilang.





























Pecah, dan tak ada lagi catatan

Beberapa hari ini, ketika aku ingin menutup toples yang kutulis ini—setelah aku menemukan kesalahpahaman. Setelah aku mencoba membaca wajahmu—sebelum toples cinta ini akan kututup. Tadi magrib, Toples itu terjatuh dan pecah terkena tembok aksaraku. Ketika itu—ketika aku mempertahankannya untuk tetap menjadi utuh dan aku mencoba merangkainya lagi,  tapi sepertinya tidak bisa. Aku lelah dan aku tak bisa—apalagi ketika aku melihat matamu yang tidak biasa kulihat sebagaimana mestinya. Mata yang menjaga jarak denganku.
Ah, aku ingin kau biasa saja—biasa seperti sebelum aku menulis catatan toplesku ini. Kau  yang aku banggakan seperti kakakku, seperti motivatorku, ya... salah satu tukang kebun aksaraku. Tapi entahlah, kini  kau berbeda dan membikin aku ingin menarik ulur rasa kagumku padamu. Yang pasti aku tetap memberikan perasaan yang sama kepada semua tukang kebun aksaraku—sama seperti aku memberikan rasa kepada kakak-kakaku, pun keluargaku.
Anomalia rasa telah menunjukkannya padaku bahwa Allah Maha pembolak-balik hati manusia. Pun seperti halnya aku yang ada pada malam ini—aku yang menatap bulan purnama malam ini—aku yang mengartikan cinta dalam diamku ini sebagai rasa kagum yang tak berlebih. Seperti aku mengagumi para tukang kebun aksaraku itu.
Dan kau ... Sungguh, sedikitpun rasa kagum ini mulai mengikis—dan rasa kagum ini semakin tipis. Entah karena apa?
Tak pantas jika kuulur lagi. Sepertinya Zafran itu bukan kau, bukan kau yang selama ini aku sangka-sangka. Entahlah apa yang sedang kuterka ini. Pun setelah aku menemukan kenyamanan berdiskusi denganmu—sekarang  mulai luntur.
Oh, Allah beri aku habituasi hangat untuk mengolah rasa. Dan maaf jika aku harus berubah..., aku tidak bisa jika harus  menerka rasa orang yang belum tentu mengenalku—sebab kagumku dan sebab anomali rasaku. Ketika aku mengenalnya—maka aku siap mencintainya. Mencintainya seperti mencintai semua para tukang kebun aksaraku—mencintainya seperti mencintai keluargaku.       


Catatan Facebook terakhir, 21 agustus 2013. 23:01



Pecah


Pecah, dan tak akan ada lagi catatan cinta  dalam diam.  

Beberapa hari yang lalu, ketika aku ingin menutup toples yang kutulis minggu-minggu ini ini—setelah aku menemukan kesalahpahaman. Setelah aku mencoba membaca wajahmu—sebelum toples cinta ini akan kututup.
Tadi magrib, Toples itu terjatuh dan pecah terkena tembok aksaraku. Ketika itu—ketika aku mempertahankannya untuk tetap menjadi utuh dan aku mencoba merangkainya lagi,  tapi sepertinya tidak bisa. Aku lelah dan aku tak bisa—apalagi ketika aku melihat matamu yang tidak biasa kulihat sebagaimana mestinya. Mata yang menjaga jarak denganku.

Ah, aku ingin kau biasa saja—biasa seperti sebelum aku menulis catatan toplesku ini. Kau  yang aku banggakan seperti kakakku, seperti motivatorku, ya... salah satu tukang kebun aksaraku. Tapi entahlah, kini  kau berbeda dan membikin aku ingin menarik ulur rasa kagumku padamu. Yang pasti aku tetap memberikan perasaan yang sama kepada semua tukang kebun aksaraku—sama seperti aku memberikan rasa kepada kakak-kakaku, pun keluargaku.

Anomalia rasa telah menunjukkannya padaku bahwa allah Maha pembolak-balik hati manusia. Pun seperti halnya aku yang ada pada malam ini—aku yang menatap bulan purnama malam ini—aku yang mengartikan cinta dalam diamku ini sebagai rasa kagum yang tak berlebih. Ya ... Seperti aku mengagumi para tukang kebun aksaraku.

Dan kau ... Sungguh, sedikitpun rasa kagum ini mulai mengikis—dan rasa kagum ini semakin tipis. Entah karena apa?

Tak pantas jika kuulur lagi. Sepertinya Zafran itu bukan kau, bukan kau yang selama ini aku sangka-sangka. Entahlah, apakah aku sedang bermain peran dengan catatanku? apa yang sedang kuterka ini, Pun setelah aku menemukan kenyamanan berdiskusi denganmu—sekarang mulai luntur. 

Oh, Allah beri aku habituasi hangat untuk mengolah rasa. Dan maaf jika aku harus berubah..., aku tidak bisa jika harus  menerka perasaan orang yang belum tentu mengenalku—sebab kagumku dan sebab anomali rasaku. Ketika aku mengenal—maka aku siap mencintai pun menyayangi.

"Mencintainya seperti mencintai semua para tukang kebun aksaraku—tak ada yang kubeda-bedakan. mencintainya seperti mencintai  keluargaku. Dan anomalia rasa ini bukan untukmu,"ucapku sembari menutup buku catatann terakhirku.     


Catatan Facebook terakhir, 21 agustus 2013. 23:01


















Bottom of Form




No comments:

Post a Comment

BERBAHASA SEJAK LAHIR

  BERBAHASA SEJAK LAHIR :Siti Halimah   “Terdapat banyak bukti bahwa manusia memiliki warisan biologi yang sudah ada sejak lahir berup...