Oleh Siti Halimah
Abstrak
Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur cerita dari novel Lain
Eta karya Moh. Ambri serta analisis feminis. Metode yang digunakan adalah
metode deskripsi dengan teknik kajian pustaka. Karya sastra ini memiliki
karakter utamanya, yaitu perempuan. novel ini memiliki tema, yakni kawin paksa.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah fakta-fakta cerita Robert
Stanton untuk kajian struktural. Pihak orang tua dari masing-masing karakter
utama itu menginginkan agar anaknya menikah dengan lelaki pilihan, bukan dengan
yang dicintai oleh anaknya. Konflik ini pada akhirnya membuat keseluruhan
cerita berkembang dan mengarah pada akhir cerita yang berbeda. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan mengenai sastra daerah di Indonesia.
Kata Kunci: struktur dan novel
PENDAHULUAN
Sastra diartikan
sebagai ungkapan atau pemikiran manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,
perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk konkret yang
menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan dapat membangkitkan berbagai respon
keindahan kepada penikmat sastra.
Sumardjo dan Saini (1985: 1) mengatakan, “Sastra adalah karya dan
kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaaan, sedang tugas
membuat batasan adalah kegiatan keilmuan”.
Mengapresiasi sastra dapat dilakukan melalui kegiatan langsung dan kegiatan tidak
langsung. Kegiatan langsung yaitu kegiatan menikmati karya sastra secara
langsung serta mengapresiasikannya baik dalam membaca puisi, novel, puisi, atau
naskah drama, sedangkan kegiatan tidak langsung adalah kegiatan megapresiasi
yang dilakukan secara tidak langsung di antaranya
seperti mempelajari teori sastra dan membaca artikel kesastraan di media cetak,
maupun di jejaring sosial (Aminudin, 2011: 36).
Materi ajar bahasa
dan sastra Indonesia, mempunyai dua rumpun ilmu yang dipelajari yaitu bahasa
dan sastra. Sastra tidak terlepas dari struktur pembangun, hal ini disebabkan
karena sastra adalah cabang ilmu yang dapat dikaji, baik dari segi struktur
lahir dan batin ataupun dari makna karya sastra tersebut. Sumardjo dan Saini (1998: 5) mengatakan
bahwa, karya sastra adalah usaha merekam isi
jiwa sastrawannya yang menggunakan alat bahasa. Sastra adalah bentuk
rekaman bahasa yang disampaikan kepada orang lain.
Sumardjo dan Saini
(198 8:
29) melanjutkan bahwa, novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang
luas. Ukuran yang luas dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks,
karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Selain sebagai sarana rekreatif novel juga
mengandung makna yang hendak disampaikan. Melalui novel juga pengarang ingin
memberikan cerminan kehidupan bagi manusia tentang nilai-nilai kehidupan.
“Karya sastra memberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran
hidup ini daripadanya kita dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang
mendalam tentang manusia, dunia dan kehidupan” (Sumardjo dan Saini K. M, 1988:
8).
Mengingat pentingnya pembelajaran sastra, terutama pemahaman terhadap dalam hal menulis yang terkandung akan bermanfaat bagi perkembangan karakter kesusastraan di dunia
pendidikan khususnya karakter bagi siswa. Pembelajaran sastra dalam
pendidikan formal perlu dikembangkan dari apa yang sudah ada sekarang ini. Kaitan dengan hal tersebut, pembelajaran menulis
seringkali menjadi fenomena yang
sukar bagi pembelajar dengan berbagai alasan, diantaranya karena menulis adalah membutuhkan kreativitas
yang sangat tinggi, baik ide
maupun media yang digunakan untuk menimbulkan kreatifitas..
Mengingat pentingnya pembelajaran sastra, terutama pemahaman terhadap dalam hal menulis yang terkandung akan bermanfaat bagi perkembangan karakter kesusastraan di dunia
pendidikan khususnya karakter bagi siswa. Pembelajaran sastra dalam
pendidikan formal perlu dikembangkan dari apa yang sudah ada sekarang ini. Kaitan dengan hal tersebut, pembelajaran menulis
seringkali menjadi fenomena yang
sukar bagi pembelajar dengan berbagai alasan, diantaranya karena menulis adalah membutuhkan kreativitas
yang sangat tinggi, baik ide
maupun media yang digunakan untuk menimbulkan kreatifitas..
Dewasa ini sebuah fenomena muncul dalam
dunia pendidikan, pendidikan jiwa menulis sudah tidak tampak pada diri siswa dengan berbagai
alasan yang telah dijelaskan yaitu sulitinya menemukan ide dan lain-lain.
Hal yang membuat itu terjadi dapat dilihat dari menurunnya tingkat
apresiasi siswa terhadap sastra adalah berkurangnya apresiasi siswa terhadap
menulis. Pada saat ini siswa hanya sekadar mengenal novel tanpa
tahu yang terkandung didalamya juga bisa dikembangkan, tanpa mempelajarinya secara lebih dalam dan
mengkajinya unutk dijadikan bahan menulis. Bahkan dilapangan, ketika pembelajaran menulis banyak guru yang hanya menugaskan siswa
untuk mengumpulkan tanpa ada evaluasi lebih lanjut terhadap pekerjaan siswa
sehingga menurunnya tingkat keingiinan siswa untuk menulis.
Dunia ini erat kaitannya dengan buku, bahkan muncul istilah
buku merupakan jendela dunia. Hal tersebut menyiratkan betapa pentingnya
kedudukan buku dalam dunia modern. Kedudukan buku dalam dunia pengetahuan
merupakan sumber ilmu yang dapat dipelajari oleh pembelajar. Melalui buku
diperoleh suatu informasi yang mengandung pengetahuan.
Salah satu buku yang menunjang dalam bidang pendidikan ialah
buku pengayaan. Oleh karena itu, buku pengayaan merupakan salah satu sarana
atau instrumen yang baik dan memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan
pembelajaran. Keberadaan buku pengayaan
diperkuat oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 2008 pasal 6
(2) yang menyatakan bahwa “selain buku teks pelajaran, pendidik dapat
mengggunakan buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi dalam
proses pembelajaran”. Jadi, buku pengayaan merupakan salah satu penunjang dalam
pembelajaran yang sifatnya mengembangkan kompetensi peserta didik, baik dalam
aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Kurikulum 2013 menuntut agar pembelajaran dilaksanakan secara
inovatif dan kreatif. Tidak hanya guru
yang dituntut berperan aktif, perangkat pembelajaran pun, khususnya buku
pengayaan, harus dikembangkan secara kreatif. Buku pengayaan sebaiknya memuat
tiga ranah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Tiga ranah kompetensi
tersebut yakni sikap, peng etahuan, dan
keterampilan. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui
aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
Dalam proses pembelajaran menulis memerlukan suatu alat bantu
sebagai penunjang belajar tanpa harus berkutat dengan pembelajaran yang
membosankan dikelas yang dipenuhi dengan tugas-tugas. Selain itu sering
terjadinya kebosanan jam pelajaran dikarenakan penyampaian materi tidak sesuai
dengan alokasi waktu yang diberikan, maka sangat perlu sebuah media yang bisa
dimanfaatkan oleh pendidik tanpa harus mengadakan jam tLain Etahan disekolah.
Beberapa penelitian telah melakukan penelitian mengenai kajian
novel Lain Eta salah satunya adalah
penelitian yang berjudul Perbandingan novel
Lain eta karya Moh. Ambri dengan Djeumpa Atjeh karya H.M. Zainuddin (Kajian
Struktural dan Etnopedagogik) yang menyimpulkan bahwa kajian structural Novel
Lain Eta karya Moh. Ambri ditulis dalam bahasa Sunda dan tentu saja membawa
latar belakang kehidupan masyarakat Sunda di daerah Cianjur, Jawa Barat.
Karakter utama keduanya sama-sama perempuan (Neng Eha dan Sitti Saniah),
menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk dibandingkan mengingat nasib
dan kehidupan keduanya sama-sama terkekang oleh aturan lama yang dipegang orang
tuanya Hal yang menarik adalah tema kawin paksa yang dihubungkan dengan
nilainilai etnopedagogik. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa etnopedagogik
adalah pembelajaran yang bersumber dari kearifan lokal, Tema kawin paksa tentu
saja suatu tema yang setidaknya mengandung konflik yang menuai perlawanan baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam isi cerita, begitu pula dalam dua
novel ini. Hal ini justru menarik untuk dihubungkan dengan nilai-nilai
etnopedagogik di masing-masing daerah. Bagaimana mereka menghadapi kenyataan
hidup yang demikian dengan tetap menjaga norma-norma adat yang berlaku dan
tetap menjadi pribadi-pribadi yang menjaga norma-norma tersebut. Karena selalu
ada hikmah dan bahan pembelajaran dari setiap permasalahan dalam kehidupan,
yang dalam konteks ini adalah permasalahan yang ditemukan dalam karya sastra.
Keterbaruan dalam penelitian ini terletak pada analisis feminisme novel Lain Eta dan intisari yang dijadikan
rangsangan audio-visual membuat model pembelajaran dan sekaligus diterapkan
kepada siswa. Pada penelitian ini juga
diharapkan novel lain eta karya moh ambri bisa di baca oleh generasi muda dan
terjadi alih wahana bahasa serta bentuk karya sastra.
Penelitian-penelitian
terdahulu telah banyak menganalisis perbandingan novel lain eta dari berbagai persfektif. Sementara itu,
penelitian ini berupaya untuk menganalisis struktur dan feminis lebih dalam. Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan
maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui kajian struktur dan feminisme dalam novel Lain Eta
karya Moh Ambri, dan pemanfaatannya untuk menyusun modei pembelajalan
menulis puisi berbasis blog. Adapun
judul yang diambil yaitu “Kajian Struktur-Feminisme Terhadap Novel Lain Eta karya Moh Ambri
(Dimanfaatkan untuk Menyusun Buku Pengayaan Menulis Kritik Sastra di SMK).
Metodologi Penelitian
Penggunaan metode yang tepat dalam melakukan sebuah penelitian
akan berdampak pula pada hasil yang akan diperoleh. Oleh karena itu, metode yang dipilih harus sesuai
dan dipilih secara cermat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif.
Sugiyono (2005) berpendapat bahwa penelitian kualitatif
digunakan untuk meneliti pada suatu kondisi objek secara alamiah, diantaranya
peneliti sebagai instrumen kunci atau alat pengumpul data yang utama. Dalam
penelitiannya, peneliti menjadi instrumen atau alat penelitian itu sendiri.
Oleh karenanya, peneliti sebagai instrumen harus divalidasi seberapa jauh
peneliti kualitatif serta siap melakukan penelitian untuk terjun ke lapangan.
Dalam pendekatan penelitian kualitatif terdapat kegiatan dan
langkah-langkah yang memerlukan perhatian khusus, yakni (1) penentuan dan
pengurutan (ranking) informan; (2)
proses triangulasi: data yang diperoleh dalam wawancara, observasi, dan studi
dokumenter dari setiap informan; (3) proses member check: pengecekan data dari
seorang informan dengan data dari informan lainnya; (4) analisis data dan
interpretasi pada setiap tahap kegiatan pengumpulan data serta interpretasi
akhir (Sukmadinata, hlm. 287-288).
Menurut Arikunto
(2010: 3) istilah deskriptif berasal dari istilah bahasa inggris to describe yang berarti memaparkan
sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan dan
lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah
penelitian yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan
penelitian.
Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif
tidak selalu menuntut adanya hipotesis. Demikian pula perlakuan atau manipulasi
variabel tidak dilakukan, sebab gejala dan peristiwa telah ada dan peneliti
tinggal mendeskripsikannya (Sudjana dan Ibrahim, 2007: 64).
Penggunaan metode
deskritif dilakukan karena
mendeskripsikan suatu kejadian atau peristiwa yang ada pada masa sekarang
melalui proses pengumpulan, penyusunan, pengolahan dan penafsiran data. Metode
deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk. Mendeskripsikan kajian
struktur karakter, alur, dan latar dalam novel Lain Eta karya Moh Ambri.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Struktur Novel Lain Eta karya Moh. Ambri
Analisis tentang
perbandingan dalam penelitian ini, yaitu analisis struktural. Unsur-unsur yang termasuk dalam fakta cerita menurut
Robert Stanton yaitu
karakter, alur, dan latar, yang dalam penelitian ini ditambah pula dengan tema.
Unsur-unsur tersebut mempunyai fungsi sebagai
catatan imajinatif terhadap isi carita.
Karakter Utama
Menurut Stanton
(2012, hlm. 33) yang disebut
karakter utama adalah karakter yang
terikat dengan semua kejadian dalam isi cerita. Alasan mengapa seorang karakter melakukan suatu hal adalah karena adanya
‘motivasi’. Motivasi spesifik
seorang karakter sebab suatu reaksi spontan, yang bisa saja karena tidak disengaja,
yang dijelaskan dalam adegan atau dialog. Motivasi dasar merupakan aspek umum dari seorang karakter
yang
menyebabkan karakter itu ada dalam alur
cerita.
Maspuroh
(2015, hlm. 234) menyebutkan bahwa suatu kaarya sastra yang baru, bisa ditulis
berdasarkan karya sastra yang telah lebih dulu ada, karena sebuah karya sastra
bisa mendapatkan pengaruh dari karya sebelumnya. Analisis tentang perbandingan dalam penelitian ini, yaitu
analisis struktural. Unsur-unsur yang termasuk dalam fakta cerita menurut
Robert Stanton yaitu karakter, alur, dan latar, yang dalam penelitian ini
ditambah pula dengan tema. Unsur-unsur tersebut
mempunyai fungsi sebagai catatan imajinatif terhadap isi carita.
Unsur-unsur itu disebut juga struktur faktual atau tingkatan faktual. Struktur
faktual cerita
Neng Eha adalah
karakter utama dari masing-masing novel.
Oleh orang-orang di sekitarnya, Neng Eha sangat dihargai, baik karena melihat orang
tua mereka, maupun karena sifat fan tingkah laku mereka sendiri. Dari 7
bab dalam novel Lain Eta, karakter
Neng Eha tidak terlalu dibahas dalam bab “Lain Kupu” biarpun memang masalah
yang ada menyangkut dirinya.
ketika kedua orang tuanya membahas tentang perjodohannya. Hal ini menyebabkan
adanya motif, yaitu kedua orang tua yang tidak mempedulikan perasaan anaknya dalam
masalah perjodohan.
Kehidupan
sehari-harinya tidak pernah melawan orang tua. Dalam sedikit perlawanannya pun
hanya ada menjelang akhir cerita. Neng Eha merupakan anak tunggal dan sedikit
dimanja orang tuanya, Tetapi yang dijelaskan hanya Neng Eha, yakni ia pernah
bersekolah di H.I.S.
Karakter Tambahan
Dalam
novel Lain Eta laki-laki yang
diceritakan dekat dengan Neng Eha ada tiga orang, Nasib laki-laki yang pertama
(Mahmud dan Nya’ Amat) sama, setelah lamaran diterima, tidak lama kemudian dari pihak orang tua perempuan mendadak
membatalkannya. Dalam menyampaikan lamarannya, baik Mahmud maupun Nya’
Amat sama-sama dibantu oleh pihak lain. Mahmud dibantu oleh Raden Kartakusumah, kerabat jauhnya yang cukup mengenal orang tua Neng Eha.
Sedangkan Nya’ Amat dibantu oleh Engku Sulaiman beserta istrinya. Engku
Sulaiman sendiri sudah dianggap orang tua
oleh Nya’ Amat, dan sangat mendukung agar Nya’ Amat bisa bersatu dengan Sitti Saniah.
Pihak orang
tua dari karakter utama dalam masing-masing novel
ingin memiliki menantu dari kalangan atas, yakni bangsawan. Juragan Kalipah,
ayah Neng Eha ingin agar anaknya menikah dengan laki-laki turunan raden,
sedangkan Ibu Saniah
ingin anaknya menikah dengan bangsawan. Perbedaannya, pihak orang tua yang otoriter dari novel Lain Eta yaitu ayah Neng Eha, Juragan Kalipah,
Adanya
motif karakter yang membantu untuk lamaran ini menjadi salah
satu motif yang sama, khas, dan kuat, dari novel.
Raden Kartakusumah masih memiliki
kekerabatan dengan Mahmud. Baik Raden Kartakusumah mempunyai pribadi yang
bijaksana, karena ketika lamaran itu ditolak, mereka tidak merasa ingin
membalas sakit hati atau lainnya.
Selanjutnya, adanya karakter dukun, Dalam novel Lain Eta, karakter yang meminta tolong pada
dukun adalah Neng Eha, sang karakter utama. Ia diantar oleh Uwanya
ketika mendatangi rumah Mang Okom. Juragan
Teja adalah satu-satunya orang yang bisa dipercaya oleh Neng Eha.
Alur
Alur merupakan
rangkaian peristiwa dalam suatu cerita. Peristiwa kausal yaitu peristiwa atau
kejadian yang menyebabkan atau mempunya dampak yang panjang dan berpengaruh
terhadap isi cerita (Stanton, 2012, hlm. 26). Novel sendiri bisa menunjukan
perkembangan satu karakternya, keadaan sosial yang rumit, hubungan beberapa
karakter, dan kejadian-kejadian yang ada dalam tahun- tahun yang telah berlalu dengan rinci (Stanton, 2012,
hlm. 90). Bisa saja kejadian itu tidak penting, tapi bisa menyebabkan perubahan atau
berpengaruh terhadap isi cerita sampai tamat. Peristiwa kausal juga
tidak dibatasi terhadap hal-hal yang sipatnya fisik, tapi bisa pula terhadap
perubahan kebiasaan- kebiasaan, prinsip hirup, dll. (Stanton, 2012, hlm. 26).
Novel Lain Eta terdiri dari 7 bab dalam 85
halaman, Tapi meskitpun begitu, masalah yang ditemukan lebih banyak dan lebih
rapat dalam novel Lain Eta. Karena
hanya terdiri dari 85 halaman, maka alur dan perubahan-perubahan kejadiannya
lebih cepat namun sedikit deskripsi. Dibandingkan dengan Lain Eta
Tema
Tema merupakan
aspek cerita yang sejaajr dengan makna dalam pengalaman manuisa; hal yang
menyebabkan suatu pengalaman dapat diingat lebih lama. Tema berdasarkan
aspek-aspek dalam kehidupan, yang menyebabkan adanya nilai-nilai kehidupan yang
nampak dari dalam cerita. Dengan adanya tema, isi cerita menjadi terfokus, dan
mempunyai dampak. Cara yang efektif agar bisa mengetahui tema dari suatu cerita
adalah dengan cara memahami setiap konflik yang ada dalam isi cerita (Stanton,
2012, hlm. 36).
Motif kawin
paksa terlihat jelas dalam novel ini. Dari mulai analisis dari karkater orang
tua dari karakter utama yang bersikap
otoriter, menunjukan bahwa mereka lebih mementingkan urusan harkat
dan amartabat daripada perasaan anaknya.
Seperti yang diinginkan oleh Juragan Kalipah, ayah Neng Eha, bahwa ia menginginkan agar anaknya menikah dengan
laki-laki yang sama-sama turunan raden. Emas harus bersanding dengan emas juga,
begitu pun sebaliknya. Karena jika tidak begitu, maka akan hilang sifat dari
keemasannya, hilang keradenannya.
Motif diam-diam dalam melakukan suatu hal pun sama-sama terlihat dalam novel ini. Latar
belakang sosial dan budaya dari kedua novel ini sama-sama menganut kesopanan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum terikat dalam
pernikahan. Selain itu, jika kedua orang tua
mereka tahu, sudah pasti akan kena marah dan hukuman. Ayah Neng Eha adalah
seorang Kalipah Kota, pasti akan malu dan marah jika mendapati anaknya sedang
berduaan dengan laki-laki yang bukan
muhrimnya.
Motif latar
belakang keluarga dan pihak orang tua dari karakter
laki-laki juga berpengaruh
terhadap ditolaknya lamaran mereka oleh orang tua perempuan. Seperti yang telah dijelaskan di atas,
bahwa pihak orang tua perempuan
menginginkan laki- laki yang sepadan dengannya. Namun pada kenyataannya, Mahmud
berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Sederhana namun mengedepankan
kemajuan anak laki- lakinya dalam
bidang pendidikan. Orang tua Mahmud hanya disebutkan namanya saja, dan apa
pekerjaannya. Hal seperti ini banyak terjadi dalam novel-novel Balai Pustaka, di mana orang tua terutama
pihak ibu, tidak menginginkan anaknya untuk merantau demi bersekolah
karena tidak ingin berpisah dalam jarak yang jauh dan dalam wajtu yang lama.
Meskitpun
sama-sama pernah bersekolah, namun hal itu tidak menjadi bahan pertimbangan agar lamaran mereka diterima sampai
menikah. Saat melamar Neng Eha, Mahmud tinggal beberapa bulan lagi lulus dari sekolahnya di Batavia. Tapi hal
itu pun juga tidak berpengaruh, karena yang orang tua pihak perempuan inginkan
adalah turunan raden dan bangsawannya. Hal ini juga sitentang oleh ibunda Neng Eha, bahwa sikap otoriter itu lebih memntingkan
turunan daripada yang lainnya, seakan-akan lebih baik laki-laki yang buruk rupa
tapi raden daripada laki-laki rupawan namun orang
biasa.
KESIMPULAN
Setelah
menganalisis novel Lain Eta karya Moh. Ambri ditemukan bagaimana struktur cerita dari
novel. Selain itu, setelah menemukan struktur cerita. Hal ini sangat menarik
mengingat novel ini dari daerah dan tentu saja latar belakang kebudayaannya.
Namun jika dilihat dari tahun terbitan awal keduanya, memang tidak terlalu
jauh. Selain itu, dua novel ini merupakan novel yang terbit oleh Balai Pustaka,
di mana sebagai penerbit nomor satu saat itu Balai Pustaka memiliki wewenang
dan aturan yang mengikat akan isi cerita yang ditulis oleh pengarang. Alasan
utama mengapa dua karya sastra ini dibandingkan
adalah karena adanya beberapa motif
cerita yang sama, sekaligu menganding perbedaannya pula. Selain itu, karena
masing-masing berasal dari daerah yang berbeda, maka akan sangat menarik jika
menemukan kesamaan tersebut. Adanya perbedaan itu sudah diawali dari perbedaan
daerah asal dan juga latar belakang kebudayaan, yang setelah dianalisis
ternyata memiliki kesamaan sekaligus perbedaan yang hampir serupa. Novel Lain
Eta karya Moh. Ambri ditulis dalam bahasa Sunda dan tentu saja membawa latar belakang kehidupan masyarakat Sunda di daerah Cianjur, Jawa Barat. selanjutnya semakin bermunculan
kesamaan pada motif-motif yang lain. Hal
ini tentu saja dengan menggunakan struktur cerita agar sistematis. Karakter utama perempuan (Neng Eha), menjadi salah satu aspek yang sangat
penting untuk nasib dan kehidupan terkekang oleh aturan lama yang dipegang orang tuanya. Ditambah lagi
dengan karakter pada diri yang berhubungan
erat dengan pola asuh kedua orang tua. Motif pada bagian akhir ceritanya pun juga sangat penting, di mana
setelah bertahannya alur pada beberapa bab, diakhiri ending yang lebih dramatis.
Hal yang
menarik adalah tema kawin paksa yang dihubungkan dengan nilai- nilai etnopedagogik. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa
etnopedagogik adalah pembelajaran yang bersumber dari kearifan lokal, maka
dalam konteks perbandingan dari dua karya sastra
ini pun tidak kalah menarik.
Tema kawin paksa tentu saja suatu tema yang setidaknya mengandung konflik yang
menuai perlawanan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam isi cerita, begitu pula
dalam dua novel ini. Hal ini justru
menarik untuk dihubungkan dengan nilai-nilai etnopedagogik di
masing-masing daerah. Bagaimana mereka menghadapi kenyataan hidup yang demikian
dengan tetap menjaga norma-norma adat yang berlaku
dan tetap menjadi pribadi-pribadi yang menjaga norma-norma tersebut. Karena
selalu ada hikmah dan bahan pembelajaran dari setiap permasalahan dalam
kehidupan, yang dalam konteks ini adalah
permasalahan yang ditemukan dalam karya sastra.
1.14 Daftar
Pustaka
Aminudin. (2011). Pengantar Apresiasi
Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Arikunto,
Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktis.
Jakarta: Rineka Cipta.
Burhan Nurgiyantoro (2001). Menulis secara Populer. Jakarta:Pustaka
Jaya.
Damono, Sapardi Djoko.(2005). Pegangan
Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
Departemen
Pendidika n dan Kebudayaan. (2007). Kamus
Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta:
Balai Pustaka.
Hamalik,
Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara
H. Dalman,
(2014). Keterampilan Menulis . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nursito.
(2000).Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita.
Puskurbuk . (2018). Panduan Pemilihan Buku Nonteks Pelajaran/Pusat
Pustaka Prima.
Semi, M. Atar.
1990. Rencana Pengajaran Bahasa dan Sastra.Bandung:
Angkasa.
Stanton, R. (2012). Teori Fiksi Robert Stanstion.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti. (1991). Kamus
Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
(2007). Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Rosdakarya.
Sumardjo,
Jakob dan Saini K.M. (1988). Apresiasi Kesusastraan.
Jak arta:
Pustaka Prima.
Tarigan, H.G. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wellek, Rene. Austin Warren.
(1989). Teori Kesusasteraan.
Jakarta: PT
Gramedia.
No comments:
Post a Comment