Perempuan yang akrab dengan Sunyi dan Kopi. Setelah mencintai Mahari, Bunga, dan Tamtam. Ada yang lebih aku cintai yaitu ular, katak dan laba-laba.- Siti Halimah

BUKAN NENEK LOBI-LOBI


Hari ini, ditanggal 13Maret 2017 tepat pukul 13.24. Saya ingin berbicara tentang Saya. Ya, tentang Saya yang sedang kalut dengan diri sendiri. Awalnya Saya akn membicarakan tentang Nenek Lobi-Lobi yang diceritakan anak-anak dua hari yang lalu, tapi Saya berubah pikiran. Hari ini, bahkan sejak tiga bulan yang lalu, rasanya tak ada ruang untuk Saya berpikir tentang tidur, makan lalu jalan-jalan. Saya masih belum paham apa yang terjadi dengan Saya akhir-akhir ini. Saya merasa berada dalam jurang yang sempit-sempit dan teramat sungkan untuk disapa. 

Setiap hari Saya harus tidur dan bangun tidur dengan memikirkan pekerjaan yang belum selesai, setelah selesai Saya harus menyelesaikan yang lainnya. Tidak ada sedetikpun Saya untuk bebas meluangkan waktu berpikir yang Saya mau; jalan-jalan, makan-makan atau sekadar nongkrong. kali ini saya selalu berpikir dua kali untuk melakukan hal itu. seperti ini, ada yang lebih manfaat dari pada itu, ada yang lebih harus sayakehakan daripada itu. Ya, pikiran saya menolak untuk melakukan hal yang ingin Saya lakukan. Keadaan yang memaksa dan Saya hanya belum biasa saja. Saya hanya mengandalkan waktu yang memang bisa Saya tangani seperti hari ini juga: di sela megajar saya membaca, di sela memeriksa soal atau membuat soal Saya menulis. dan hari ini saja Saya menulis cerita ngaco ini di sela pekerjaan yang sebegitu banyaknya menunggu. Barangkali Saya belum paham dengan kesibukan yang Allah beri. 

Sesekali saya ingin mengerjakan pekerjaan Saya sebagai murid, guru, anak, kakak, adik, teman, tante, bahkan sebagai orang yang dibutuhkan orang. Tapi, lagi, Saya tidak bisa melaksanakan itu dengan bersamaan. Saya manusia yang penuh dengan keterbatasan. Hingga akhirnya otak Saya yang memikirkan semua itu.

Hari-hari Saya seperti ini. Ya, Saya menyempatkan menulis blog ini saja karena mencuri waktu disiang yang sangat terik, Setelah pulang mengawas Ujian Tengah Semester Genap, setelah menghentikan aktifitas saya untuk memeriksa hasil ujian di perpustakaan daerah. Saya senang ditempat ini, sunyi, tak perlu menyapa banyak orang dan tak perlu basa-basa basi. Hanya saja Saya harus sedikit sabar, dan berpikir keras untuk menghabiskan buku yang ada di sini. Banyak buku yang Saya sapa tapi mereka tak menjawab. Saya harus sabar dan berpikir keras untuk mereka menyapa otak Saya. Tanpa Saya membaca mereka, saya tak aka pernah mengenal. Sudah hampir sebulan saya tidak mampir ke tempat ini lagi-lagi karena kesibukan.

Apapun keadaan yang mulai saya segani sekarang, semoga  terbiasa menghadapi ini. dan tetap selalu membaca dan selalu menulis. 

*Tunggu cerita saya tentang Nenek Lobi-Lobi ya!


CATATAN BELAJAR

Ya, aku akan tetap jadi murid selamanya. Se-apapun aku mesti perlu belajar lebih dari kehidupan ini.

WARAS DAN SASTRA SORE-SORE

Foto diambil dilapangan Prawatasari.

Kami masih mencintai sastra sampai sekarang, sampai nanti— di segala waktu yang tercipta.

Sastra sore-sore adalah kegiatan yang sering kami lakukan di sela sore, membaca puisi, musikalisasi puisi, lalu dilanjutkan berdiskusi. Tema sastra sore ini adalah  bahasa ibu, bahasa paling merdu dengan pemateri Yopi Maulana Hasanudin eks-ketua WARAS juga seorang mapia S2 UNSUR Cianjur, kemudian pengantar sastra sore dibuka oleh Iyan Sopian penyair cianjur yang karyanya sering muat diberbagi media masa, dan seorang komika WARAS. Ada beberapa lakon yang terlibat pada acara sastra sore-sore dan menjadi pengisi acara di antaranya Zetira, Nci, Gagas, Dilah, Nurlia, Uex dan Nasreen H. Azbiah seorang proklamator blog cerita yang kalian baca. Di samping itu, ada sekitar 1000 tiket habis terjual dan penikmat sastra memenuhi lapang prawatasari untuk menyaksikan pertunjukan WARAS dan berdiskusi tentang materi bahasa merdu. Namun sayangnya, para pembeli tiket masih tertinggal dimimpi saya semalam.

seperti yang telah disampaikan di awal cerita. Tema kali ini adalah bahasa ibu, bahasa paling merdu: memiliki arti paling baik mengandung doa dan petuah. Sejak lahir kita diajarkan berbahasa dan telaten hingga membenahi bahasa sumbang yang terucapkan sampai benar-benar paham dan mengerti cara menangkap atau mengutarakan bahasa.

Berawal dari sebuah postingan. Ya, berawal dari postingan anggota WARAS untuk melaksanakan kegiatan yang terjadi di lapang prawatasari. Tapi saya yakin bukan sekadar postingan, tapi ada rindu yang tercipta.


Saat itu saya juga lagi rindu kepalang, setelah menikmati kesibukan yang keterlaluan. Pada akhirnya kesibukan menyatukan kami di sastra sore-sore akhir februari kemarin. Bagi kami bertemu adalah memperpanjang KTP akhirat, bersastra adalah cinta yang mempertemukan kita dan semua lahir dari Ibu. Seperti halnya bahasa ibu adalah bahasa yang paling merdu, dan Waras yang lahir dari Ibu segala waktu. 

Nanti saya lanjutkan ceritanya berhubung ini sudah menunjukkan pukul 03.00. Beberapa hari kemarin setelah acara sore-sore saya istirahat penuh, dan harus mengerjakan hal lain. 


Info  FB, Instagram WARAS kalian bisa buka link dibawah ini.



BERBAHASA SEJAK LAHIR

  BERBAHASA SEJAK LAHIR :Siti Halimah   “Terdapat banyak bukti bahwa manusia memiliki warisan biologi yang sudah ada sejak lahir berup...