Perempuan yang akrab dengan Sunyi dan Kopi. Setelah mencintai Mahari, Bunga, dan Tamtam. Ada yang lebih aku cintai yaitu ular, katak dan laba-laba.- Siti Halimah

Memorabilia I



Nadi#1                                                                                   :Ayah...
Ia adalah muara dari segala muara; tahu apa yang aku lakukan—yang ingin aku lakukan—yamg sedang aku lakukan. Ia sering mengajakku berdiskusi tentang kehidupan hingga mengajakku bergadang. Ia pernah bercerita padakku.”Bapak, suka diskusi Nak, maka dari itu bapak sering mengajakmu diskusi hingga larut malam seperti ini.”ucapnya kala itu—ketika aku pulang malam.
Malam itu ketika jam sudah menunjukkan pukul 21.00 Wib, ketika aku pulang malam. “ Ada kegiatan apa Nak, sampai pulangnya larut malam?,”tanyanya menghampiriku ke kamar.
Ia selalu bertanya seperti itu meskipun sebelumnya aku sudah cerita  ada kegiatan  di kampus dan akan pulang sore. Itulah ia yang selalu ingin tahu—aku tahu ia memancingku untuk bercerita—bercerita tentang apa yang aku lakukan tadi pagi hingga malam.
Setiap malam, Ia sering ke kamarku—ia sering diam di ruang tamu. Aku tahu ia menungguku untuk cerita apa yang aku lakukan seharian tadi. Hingga pada akhirnya aku selalu menceritakan kalian dan mereka—tidak untuk kau yang menjadi rahasia-Nya, sebab ia masih mengajariku untuk belajar. Dari aku SD-Perguruan Tinggi ia tak pernah bosan mengajariku belajar, belajar, dan belajar. Ia yang berarti  untuk vitamin tulangku, ia yang selalu menegakkan aku dikala aku mulai lemah.   
...

Aku ingat lagi malam itu... malam ketika hujan mulai saling  mengenal. Saat perjalananku dan ia menantang maut dan hampir saja kami tak bisa melanjutkan perjuangan kami di bumi-Nya ini.  Sulit untuk kuceritakan kejadian itu, sebab itu adalah memorabilia tentang malam itu mulai kukubur....
...
Karenanya ... sebab, aku mulai mengaplikasikan tentangnya...
Jika permainan monopoli itu menjadi sebuah permainan nyata maka satu-satunya orang yang  akan kuajak pertama untuk keliling dunia adalah ia, menghabiskan masa senjanya hanya dengan kebahagiaan.
Ah, tapi sangat disayangkan ketika ia tak pernah menjadi lawanku dalam permainan catur. Baginya bermain catur itu membikin sakit kepala, dan membuatnya tak menemukan jalan pintas hingga akhirnya hanya dengan empat langkah saja ia sering skak hingga permainan selesai dalam satu babak. Berbeda denganku, bagiku permainan catur itu membikin aku untuk tidak menyerah mencari jalan, walau kepala sering sakit dan ujung-ujungnya aku harus istirahat tapi bagiku hal itu sangat menarik untuk membelitkan otak—banyak hal yang bisa kujadikan pelajaran dari permainan catatur itu: belajar bersabar, tak pernah menyerah untuk berfikir dan masih banyak lagi hal. Untuk melangkahkan satu anak saja harus dipikirkan matang-matang agar raja tidak menjadi buronan para kuda, benteng, kuncung dan terlebih patih yang bisa melangkah kemana saja—sesukanya. Itulah kami—kami yang memiliki perbedaan.
Banyak ibarat yang sangat kuelu-elukan tentangnya. Tapi sayang ia tidak pernah mendengar hal ini. Bahkan ia tidak tahu tentang aksaraku yang mulai bersayap karenanya—karena ia satu dari sumber inspirasiku.
Jika sebelum hakku diambil oleh-Nya maka satu permintaan yang ingin aku utarakan dengan suatu perkataan padanya—yang saat ini belum pernah aku utarakan. “Pak,  aku sangat menyayangimu seperti aku menyayangi aksaraku. Aku menyayangimu seperti aku dalam sikap diamku. Sebab... kau adalah subuh yang tak akan pernah kugantikan dengan malam, kau adalah ketenangan yang tak akan pernah kugantikan dengan apapun—meski aku harus kembali sebelummu—aku ikhlas”.

...

No comments:

Post a Comment

BERBAHASA SEJAK LAHIR

  BERBAHASA SEJAK LAHIR :Siti Halimah   “Terdapat banyak bukti bahwa manusia memiliki warisan biologi yang sudah ada sejak lahir berup...