ESAI
EKSPRESIF CHAIRIL DALAM “DOA” UNTUK MENUMBUHKAN NILAI
RELIGIUS PADA SISWA. (Kajian Simbolik)
Siti Halimah
Fakta
juga mengungkapkan bahwa besarnya karya seorang penyair senantiasa di awali
dengan kegagalan, kesalahan, kekeliruan, pelanggarandan hal negatif lainnya,
begitupun Chairil Anwar dalam penciptaan karyanya.
Membaca “Doa” karya
Chairil Anwar membawa kita pada Pemeluk Teguh, seperti yang tertera pada sajak
dibawah ini. Pada-Nya Chairil menampakkan diri sebagai diri yang penuh dengan
kehampaan tanpa Tuhan, hingga pada sajak yang ditulisnya tentulah sangat jelas
betapa Chairil Anwar penuh dengan kekhusyuan untuk mengingat sang pemeluk teguh
setelah ia jauh dalam keterasingan. Itulah sedikit gerbang untuk kita masuk
lebih dalam ke rumah “Doa” Chairil Anwar.
DO'A
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Chairil Anwar adalah
sastrawan muda yang dilahirkan
di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922, ia dikenal sebagai sosok
yang berontak. Seperti yang kita ketahui, Chairil yang akrab dipanggil adalah
pelopor angkatan ’45 sekaligus puisi modern Indonesia. Pun bentuk puisi yang
Chairil tulis pada masa itu berbeda jauh dengan aturan yang ada, bahkan bisa
dikatakan melepaskan diri dari ikatan dan aturan-aturan puisi pada saat itu,
melepaskan diri dari konvensi atau kelaziman yang ada. Hingga ia dijuluki “Si
Binatang Jalang”, di ambil dari salah satu ungkapan yang terdapat dalam salah
satu sajaknya.
Aku ini binatang
jalang
Dari kumpulan
terbuang
(Aku, 1943)
Semasa mudanya pun
ia dikenal dengan sosok yang sering mabuk-mabukkan bahkan ia mengkonsumsi
barang terlarang dan dijemput yang Maha Kuasa selagi diusia muda tanpa
diketahui penyebab kematiannya. Dalam karyanya yang satu ini “Doa” ia menunjukan bahwa ia siuman ketika membaca
Tuhan, mengingat Tuhan dan termangu.
puisi ini terdapat dalam kumpulan
sajaknya yang berjudul Deru Campur Debu.
...
Tuhanku
Dalam termangu
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
...
Biarpun ia dalam
kesusahan dan kekalutan yang tiada arti Chairil tetap tak hentinya untuk
mengingat Tuhan. Rahmat Tuhan menderang penuh dengan kehangatan yang suci, tapi
ia seperti lilin di kelam sunyi, ia merasa seperti cahaya dalam kehampaan. Dan
perasaan itu tergambar pada bait ketiga seperti di bawah ini;
...
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi ...
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi ...
Dalam
pada itu, sesungguhnya Si Binatang Jalang ini
dalam esainya Soni Parid maulana juga dikatakan bahwa “Sesungguhnya
Chairil manusia yang kerap dilanda kesepian, asing dan sunyi dalam menghadapi
gelombang kehidupan yang demikian keras menimpa dirinya,” hingga pantas saja
dalam sajak “Doa” ini ia seiras kehilang arah,
asing dalam kehidupan—ia pasrah dan khusyuk ketika itu “tinggal kerdip lilin di kelam
sunyi”.
...
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
...
Sajak
“Doa” Chairil Anwar ini sarat akan makna, bergitu dalam penyampaian dalam
memerdekaan hatinya dan berserah diri pada Tuhan. Namun di sini ada beberapa
hal yang menjadi multitafsir dalam penyampaian maknanya yaitu ketika penyair
menyampaikan aku termenung karena ingat Tuhan atau ragu dengan Tuhan. Lihat simbolisasi
yang ada pada bait;
...
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
...
Namun
bagaimanapun penafsiran seorang kritikus tidaklah akan sama, karena Tuhan
memberikan perbedaan kelebihan dan pisau bedah yang berbeda digunakan
sipengkritik. Betapakah saya berpendapat bahwa pada larik tersebut tergambar
jelas ada kesinambungan pada bait pertama dan terakhir yang menjelaskan bahwa
ia termenung menyebut namaMu hingga kembali mengetuk pintu Tuhan.
Penyair yang khusyuk mengingat Tuhan setelah ia mengembara begitu jauh dalam
keterasiangan yang tidak Tuhan kenal, pada satu bait terakhir penyair berpesan
dengan kesungguhan bahwa bersujud dan berdoalah kepada Tuhan –sang pemiik
teguh dan tidak boleh berpaling kepada yang lain, sebab dalam kehidupan
tidak terlepas dari ketuhanan. Itulah
perkara pemaknaan yang saya gunakan terkait “Doa” dengan simboliknya.
Ketika
menengok kapan sajak “Doa” dilahirkan tentulah kita tahu bagaimana keadaan
masyarakat pada sebelum merdeka, pun dalam kehidupan penyair yang tidak dapat
digambarkan lagi dengan vulgar tentang
dialognya dengan Tuhan— telihat dari setiap baitnya yang menggunakan banyak
simbol Tuhan yang menjadi penegasan Doanya.
Chairil
berhasil membius pembaca dengan menegaskan segala rasanya tentang ketuhanan
dalam sajak ini, mengajak pembaca untuk berparas pada kehidupan yang tidak bisa berpaling dari ketuhanan. Chairil
juga memiliki kekuatan magis dari kata-kata
yang disajikan, bahkan tak hanya dalam sajak “Doa” saja, dalam sajak-sajaknya
yang lain seperti sajak putih, penerimaan, kerawang bekasi dan sajak
lainnya menggambarkan berbagai penyampaian simbol yang sarat akan makna. Bahkan
dengan simbol Tuhan dalam sajak “Doa” tergambar jelas Doa ia panjatkan pada
Tuhannya.
Hingga
pada pengharibaan Tuhan sajak ini hanya satu dari puisi Chairil Anwar yang
menjadi simbol tentangnya yang pasrah, tentangnya yang hampa, linglung dan
tidak ragu dengan adanya Tuhan dan tentang kehidupan yang tidak akan jauh dari
ketuhanan. Bagimanapun penafsiran yang dituangkan saya pada Tulisan ini
hanyalah buah pikiran saya dengan menggunakan pisau yang saya pilih. Benar
tidaknya isi dalam suatu sajak itu adalah hak penyair.
Dalam
puisi di atas dijelaskan pasrah, tentangnya yang hampa, linglung dan tidak ragu
dengan adanya Tuhan dan tentang kehidupan yang tidak akan jauh dari ketuhanan,
hal tersebut dapat diterapkan pada siswa untuk menumbuhkan nilai religius dalam
diri setiap siswa.
No comments:
Post a Comment